Mohon tunggu...
Lydia Then
Lydia Then Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Internasional Batam

hello :)

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kajian Terhadap Kasus Penyerobotan Tanah Ditinjau dari Aspek Hukum Perdata

12 Maret 2022   22:14 Diperbarui: 14 Maret 2022   13:29 697
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Identitas sebuah bangsa dapat ditinjau dari suatu hukum yang menjamin dan melindungi hukum dari hak warganya. Telah dipahami jika tujuan hukum yaitu untuk menertibkan, memberi keadilan, sertta kepastian hukum yang didalamnya aada perlindungan hukum untuk setiap pemilik hak atas tanahnya. Tanah bagi hidup seseorang menjadi sarana tempat bagi seseorang dalam melakukan dan melaksanakan keseherian hidupnya.

Tanah menjadi karunia dari Tuhan YME pada umatnya diseluruh dunia. Maka, tanah merupakan kebutuhan pokok setiap individu, dari mereka dilahirkan hingga meninggal. Bahwasanya, seseorang sangat memerlukan tanah sebagai tempat bersemayam juga sumber kehidupannya. Menurut kosmologis, tanah merupakan tempat yang ditinggali oleh manusia, bekerja, dan menjalankan kehidupannya. Tanah juga menjadi tempat asal manusia dan kemana mereka akan pergi. Oleh sebab itu, tanah memiliki dimensi finansial, sosio-kultural, ekologi, dan politik.

Pada masa sejarah peradapan individu, tanag menjadi faktor uatama pada saat menjadi penentu produksi pada tiap fase peradabannya. Tanah bukan cuma bernilai ekonomis besar, namun juga bernilai filofosi, politik, dan sosio-kultural. Tidak heran apabila tanah menjadi nilai istimewa yang tidak berhenti dalam menimbulkan sejumlah permasalahan sosial yang rumit.

Memahami arti penting dari sebuah tanah, pemerintah NKRI menciptakan rumusan mengenai tanah dan SDA dengan ringkas nmaun sangatlah berfilosofis substansial pada suatu konstitusi, pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yakni: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Berdasarkan rasa sadar dari kedudukan tanah pada pemikiran negara Indonesia yang terdapat didalam UUPA No. 5 tahun 1960, yang menjelaskan mengenai terdapat hubungan yang kekal pada Negara Indonesia terhadap tanah. Reformasi ini sudah dirumuskan dengan terbitnya UUPA No. 5 tahun 1960, tetapi nyatanya hal tersebut dirasa masih sukar untuk diimplementasikan didalam lapangan sebab sejumlah permasalahan hukum maupun non-hukum.

Kini, UUPA kian sukar untuk diimplementasikan dalam masa orde baru sampai sekarang yang menjadi akibat dari penerapan sistem perekonomian capitalistic liberalism yang berawal dari keluarnya UU PMDN tahun 1967 dan UU PMA 1968. Pada sepuluh tahun terakhir, beberapa UU yang dirumyskan juga telah bertabrakan dengan UUPA serta pesan UUD 1945.

Penyerobotan tanah bukan permasalahan baru yang timbul di negara ini. Penyerobatan bermakna suatu tindakan yang merampas hak maupun harta dengan semena-mena yang tak mempedulikan peraturan dan hukum, misalnsya seseorang yang tinggal di tang maupun hunian individu lain, yang tidak menjadi hak darinya. Perilaku tersebut dengan tidak sah menjadi tindakan yang menentang hukum sehingga bisa dimasukkan dalam sebuah tindak pidana.

Pada proses penyidikan, setiap penyidik selalu memakai Pasal 167 ayat 1 KUHPidana yang mengatakan : Barang siapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum atau berada disitu dengan melawan hukum, dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 4.500,- (empat ribu lima ratus rupiah), sehingga Pasal 167 KUHPidana dikategorikan sebagai pasal yang mengatur tentang Penyerobotan Tanah.

Disisi lain, hukum perdata pada pasal 1365 dan pasal 1366 dapat memasukan seseorang yang menyeobot tanah sebab dapat disaksikan pada kasus penyerobotan tanah terdapat seseorang yang rugi dan membutuhkan pengganti rugian dari seluruh kergian yang dialami seseorang itu. Penyerobotan tanah menjadi tindakan yang menentang hukum, dimana dengan tidak adanya hak mereka memasuki tanah yang dimilki orang lain, maupun menjadikan individu tersebut tetap menempati tanah seseorang.

Namun, sejumlah aturan yang mengatur penyerobotan tanah di Indonesia, nyatanya tidak dapat menjadikan kasus ini dengan gampang diselesaikan pada tingkat peradilan. Hal ini dapat disaksikan saat terdapat putusan pengadilah dari kasus pidana mengenai penyerobotan tanah, tidak dapat dipakai dalam mengeksekuisikan lahan yang menjadi sengketa maupun di serobot, sebab putusan pidana hanya menghukum seseorang yang menjalankan penyerobotan tanah, yang menjadikan hak kuasa tanhanya perlu diatasi lewat gugatan perdatanya.

Proses Hukum Penyerobotan Tanah Melalui Hukum Acara Perdata 

Persoalan tanah dari dulu menjadi permasalahan hukum yang rumit dan memiliki lingkup luas, yang membuat kesukaran dalam menyelesaikan permasalahan ini secara cepat. Hal tersebut dikarenakan tanah bukan hanya memiliki dimensi yuridism namun juka dimendi perekonomian, politik, keagamaan, sosial, dan strategis. Penuntasan sengketa tanah lewat pengadilan seringkali membutuhkan banyak waku. Lamanya proses ini disebabkan karena Pengadilan Negeri (PN) tidak segera memutuskan hasil gugatan ini, seseorang yang tak menerima keputusan ini bisa mengajukan banding, kemudian berkas ini segera dikirim kepada PN lalu pada Pengadilan Tinggi lewat PN, sehingga para Hakim Tingkat Banding dapat akan mempelajari berkas Bandingnya hingga sampai pada pemutusan lewat permusyarwarahan Hakim Banding.

Namun, jika ternyata terdapat seseorang yang merasakan adanya ketidakpuasan dari keputusan banding ini, mereka bisa mengajikan banding lewat Kasasi. Jika proses Kasasi dijalankan oleh seseorang yang memiliki sengketa lalu mereka menjadi pemohon kasasinya akan memasukan memori kasasinya, disamping itu pihak lain akan memasukan Kontra Memori Kasasinya, sesudah berkasnya perkaranya selesai, maka akan dikirimkan kepada Mahkamah Agung (MA) RI lewat PN lalu perkara ini akan disidang.

Sesudah berkasnya berada ditangan MA RI, ketua MA ini akan memberi ketatapan kepada Hakim Agung dalam menlakukan pemeriksaan dan pengadilan lalu memutus perkara yang dimohon dari kasasi ini. Jika pada keputusan MA RI masih terdapat seseorang yang merasakan ketidakadilan. Maka akan dilakukan Peninjauan Kembali (PK), pemohon PK diberi jangka waktu 180 hari dari keputusan MA yang memutus perkara ini yang mencatat pada memori peninjauan ini perlu terlampir suatu pembuktian yang sebelumnya tidak pernah di ajukan sejak proses PN. Pengadilan Tinggi dan MA yang terkenal dengan sebutan “Novum”.

Berikut merupakan langkah-langkah yang dilewati pada perjara perdata proses sidang, yakni:

  • Mengajukan Gugatan Penyerobotan Tanah

Gugatan ini diajukan lewat ketua PN yang berwilayah hukum pada kediaman tergugatnya. Apabila sasaran gugatannya benda tak gerak, HIR tak mengaturnya dengan spesifik, tetapi R.Bg memberi pengkhususan gugatan yang diberika lewat Ketua PN yang kawasan hukumnya terdiri dari keberadaan benda bergerak tersebut. Prinsip dalam mengajukan gugatan ini, yakni pemilih tanah yang di serobot memiliki pembuktian kuat seperti setifikat tanah maupun SHM, Surat mengenai asal dari tanah miliknya maupun kronologi dalam memperoleh tanah yang jadi sasaran sengketanya.

Hal ini mengandung arti supaya pada proses perkaranya pada tahap persidangan dapat dibuktikan oleh pemilik tanahnya maupun penggugat yang dapat memberi keyakinan Hakim yang menjadi pemeriksa gugatan pemilik tanahnya lalu akan memberi putusan dengan menyesuaikan fakta sidang yang di ajukan seseorang yang bersengketa. Begitu juga dengan seseorang yang menyerobot tanah yang tidak menjadi hak milik darinya, maka ia wajib untuk mejelasakan hal apakah yang menjadi dasar penyerobot tersebut masuk dan menguasai tanah tersebut. hal tersebut sangatlah penting dijelaskan pada saat siding guna kepentingan Hakim dalam memroses perkara ini yang akan mempertimbangkan hukum pada keputusan perkaranya esok.

  • Tahap Pemanggilan

Sesudah diajukan gugatan ini yang menjadi perilaku dalam mendaftarkan seperti proses pendaftaran membayar panjer perkara serta dalam menetapkan Hakim dan Panitera penggantinya, lalu ketua maupun wakil pengadilan, ataupun Hakim akan memeriksakan gugatan ini dan dengan sesegera mungkin akan memberi keteapan pada hari persidanga bersama perintah pada paniternya dalam pemanggila kedua pihak agar mengjadiri persidangan pada jangka waktu yang sudah ditetapkan. Definisi pemanggilan pada hukum perdata merupakan penyampian resmi dan patut pada seseorang yang ikut pada perkara pengadilan ini, supaya menjalankan dan melaksanakan perihal yang diminta dan diperintah Hakim. Wewenang dalam memanggil akan dilakukan oleh jurusita Hakim berdasar Ps.12 ayat (1) HIR, hanya pemanggilan yang dilaksakan jurusita resmi dan pututnya dirasa sah dan resmi. Surat ini dikatakan dengan surat relas.

Pada Hukum Perdata, relas digolongkan menjadi akta otentik. Pada Ps.165 HIR dan Ps. 285 R.Bg serta Ps. 1868 B.W., dikatakan jika akta otentik merupakan sebuah akta yang diciptakan didepan pegawai umumnya yang bentuknya sesuai dengan UU yang berjalan. Begitu juga pada relas pemanggilan yang wajib dianggap benar, kecuali terdapat bukti yang membaliknya. Permasalahan dalam memanggil dan memberi tahu keputusan termuat pada pasal 122, 388 dan pasal 390 HIR dan Pasal 146, Pasal 798 R.Bg serta pasal 26-28 PP No.9 Tahun 1975 dan Pasal 138-140 KHI.

Pada kebijakan Perpu tersebut dijelaskan teknik dalam memanggil pihak pemerkara, yakni::

  • Panggilan pada lokasi yuridiksi
  • Panggilan diluar lokasi yuridiksi
  • Panggilan diluar negri
  • Panggilan untuk tergugat gaib

c) Pelaksanaan Persidangan

Merupakan serangkaian aktivitas yang memberi aturan mengenai tata tertib siding yang bermula sebelum sidang hingga sidang selesai dari pegawai yang ditunjuk secara spesifik dalam menjalankan tugasnya, misalnya dengan mempersiapkan kelengkapan sidang, mencatat jadwal sudang dalam papan pengumuman yang tersedia menyesuikan urutas pendaftar perkaranya, serta melakukan pemanggilan untuk pihak dan saksi dalam memasuki rungan persidangan. Sedangkan ketika persidangan berjalan yang dilakukan Hakim ini, maka akan dilakukan berita acara persidangan yang perlu disiapkan. Berita ini menjadi akta otentik yang dihasilkan dengan resmi oleh pejabat yang memilik wewenang yang isinya mengenai proses dalam memeriksa perkara sidang, yang mendasari Hakim dalam memutuskan perkara yang diadili.

  • Pembacaan Gugatan Dalam tahap ini

Majelis Hakim bertanya pada penggugatnya apa terdapat perubahan gugatan ataukah tidak, apabila tak terdapat perubahan lahi maka Hakim Ketua menyuruh dalam membacakan surat gugutan yang dilaksanakannya, Hakim akan bertanya pada tergugatnya apa surat gugatan yang dibacakannya telah dapat dipahami maupun belum. Jika tergugat belum paham, maka Hakim akan menerangkan point manakah yang belum dipahaminya. Jika tergugat sudah paham dengan isi gugatan penggugat, maka Majelis Hakim menanyakan kepada tergugat apakah ia akan menjawab secara lisan atau tertulis. Apakah akan langsung dijawab atau meminta waktu kepada majelis hakim untuk menyusun jawaban secara tertulis lebih dahulu. Dan mulai ssat itu juga proses pemeriksaan masuk ke dalam tahap jawab menjawab.

  • Jawaban Tergugat

Tahap ini adalah tahap dimana tergugat memberikan bantahan atau pengakuan mengenai dalil-dalil gugatan yang diajukan oleh penggugat. Oleh karena itu, jawaban hendaknya disusun berdasarkan pada dalil-dalil gugatan Penggugat agar mudah dipahami. Adapula jawaban dilakukan dengan terlebih dahulu mengulang dalil gugatan yang hendak dijawab terlebih dahulu baru kemudian memberi dalil-dali jawabannya.

Jawaban tergugat sebenarnya berkisar kepada dua macam :

  • jawaban tidak langsung mengenai pokok-pokok perkara yang disebut dengan tangkisan atau eksepsi,
  • jawaban yang langsung mengenai pokok perkara yang sedang berlangsung.

Pembuktian adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh para pihak dalam suatu sengketa perdata. Pembuktian ini bertujuan untuk menetapkan hukum di antara kedua belah pihak yang menyangkut suatu hak sehingga diperoleh suatu kebenaran yang memiliki nilai keadilan. Tentang kebenaran tersebut dalam acara perdata yang dicari hakim adalah kebenaran formil, yakni hakim dilarang melampaui batas yang diajukan oleh pihak yang berperkara.

Ketentuan pasal 178 ayat (3) HIR/Pasal 189 ayat (3) RBG/Pasal 50 Ayat (3) RV, secara tegas melarang hakim menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau meluluskan lebih dari yang dituntut. Disebabkan pembuktian itu ditunjukkan untuk menetapkan hukum di antara kedua belah pihak yang bersengketa, mengacu pada pasal 163 HIR/283 RBG/1865 KUH Perdata maka setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai hak atau guna meneguhkan haknya sendiri atau membantah suatu hak orang lain menunjuk pada suatu peristiwa diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut. Dalam proses gugat-menggugat, beban pembuktian dapat ditunjukan kepada penggugat, tergugat, maupun pihak ketiga yang melakukan intervensi. Prinsip dasarnya, siapa yang mendalilkan sesuatu maka ia wajib membuktikannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun