Persoalan tanah dari dulu menjadi permasalahan hukum yang rumit dan memiliki lingkup luas, yang membuat kesukaran dalam menyelesaikan permasalahan ini secara cepat. Hal tersebut dikarenakan tanah bukan hanya memiliki dimensi yuridism namun juka dimendi perekonomian, politik, keagamaan, sosial, dan strategis. Penuntasan sengketa tanah lewat pengadilan seringkali membutuhkan banyak waku. Lamanya proses ini disebabkan karena Pengadilan Negeri (PN) tidak segera memutuskan hasil gugatan ini, seseorang yang tak menerima keputusan ini bisa mengajukan banding, kemudian berkas ini segera dikirim kepada PN lalu pada Pengadilan Tinggi lewat PN, sehingga para Hakim Tingkat Banding dapat akan mempelajari berkas Bandingnya hingga sampai pada pemutusan lewat permusyarwarahan Hakim Banding.
Namun, jika ternyata terdapat seseorang yang merasakan adanya ketidakpuasan dari keputusan banding ini, mereka bisa mengajikan banding lewat Kasasi. Jika proses Kasasi dijalankan oleh seseorang yang memiliki sengketa lalu mereka menjadi pemohon kasasinya akan memasukan memori kasasinya, disamping itu pihak lain akan memasukan Kontra Memori Kasasinya, sesudah berkasnya perkaranya selesai, maka akan dikirimkan kepada Mahkamah Agung (MA) RI lewat PN lalu perkara ini akan disidang.
Sesudah berkasnya berada ditangan MA RI, ketua MA ini akan memberi ketatapan kepada Hakim Agung dalam menlakukan pemeriksaan dan pengadilan lalu memutus perkara yang dimohon dari kasasi ini. Jika pada keputusan MA RI masih terdapat seseorang yang merasakan ketidakadilan. Maka akan dilakukan Peninjauan Kembali (PK), pemohon PK diberi jangka waktu 180 hari dari keputusan MA yang memutus perkara ini yang mencatat pada memori peninjauan ini perlu terlampir suatu pembuktian yang sebelumnya tidak pernah di ajukan sejak proses PN. Pengadilan Tinggi dan MA yang terkenal dengan sebutan “Novum”.
Berikut merupakan langkah-langkah yang dilewati pada perjara perdata proses sidang, yakni:
- Mengajukan Gugatan Penyerobotan Tanah
Gugatan ini diajukan lewat ketua PN yang berwilayah hukum pada kediaman tergugatnya. Apabila sasaran gugatannya benda tak gerak, HIR tak mengaturnya dengan spesifik, tetapi R.Bg memberi pengkhususan gugatan yang diberika lewat Ketua PN yang kawasan hukumnya terdiri dari keberadaan benda bergerak tersebut. Prinsip dalam mengajukan gugatan ini, yakni pemilih tanah yang di serobot memiliki pembuktian kuat seperti setifikat tanah maupun SHM, Surat mengenai asal dari tanah miliknya maupun kronologi dalam memperoleh tanah yang jadi sasaran sengketanya.
Hal ini mengandung arti supaya pada proses perkaranya pada tahap persidangan dapat dibuktikan oleh pemilik tanahnya maupun penggugat yang dapat memberi keyakinan Hakim yang menjadi pemeriksa gugatan pemilik tanahnya lalu akan memberi putusan dengan menyesuaikan fakta sidang yang di ajukan seseorang yang bersengketa. Begitu juga dengan seseorang yang menyerobot tanah yang tidak menjadi hak milik darinya, maka ia wajib untuk mejelasakan hal apakah yang menjadi dasar penyerobot tersebut masuk dan menguasai tanah tersebut. hal tersebut sangatlah penting dijelaskan pada saat siding guna kepentingan Hakim dalam memroses perkara ini yang akan mempertimbangkan hukum pada keputusan perkaranya esok.
- Tahap Pemanggilan
Sesudah diajukan gugatan ini yang menjadi perilaku dalam mendaftarkan seperti proses pendaftaran membayar panjer perkara serta dalam menetapkan Hakim dan Panitera penggantinya, lalu ketua maupun wakil pengadilan, ataupun Hakim akan memeriksakan gugatan ini dan dengan sesegera mungkin akan memberi keteapan pada hari persidanga bersama perintah pada paniternya dalam pemanggila kedua pihak agar mengjadiri persidangan pada jangka waktu yang sudah ditetapkan. Definisi pemanggilan pada hukum perdata merupakan penyampian resmi dan patut pada seseorang yang ikut pada perkara pengadilan ini, supaya menjalankan dan melaksanakan perihal yang diminta dan diperintah Hakim. Wewenang dalam memanggil akan dilakukan oleh jurusita Hakim berdasar Ps.12 ayat (1) HIR, hanya pemanggilan yang dilaksakan jurusita resmi dan pututnya dirasa sah dan resmi. Surat ini dikatakan dengan surat relas.
Pada Hukum Perdata, relas digolongkan menjadi akta otentik. Pada Ps.165 HIR dan Ps. 285 R.Bg serta Ps. 1868 B.W., dikatakan jika akta otentik merupakan sebuah akta yang diciptakan didepan pegawai umumnya yang bentuknya sesuai dengan UU yang berjalan. Begitu juga pada relas pemanggilan yang wajib dianggap benar, kecuali terdapat bukti yang membaliknya. Permasalahan dalam memanggil dan memberi tahu keputusan termuat pada pasal 122, 388 dan pasal 390 HIR dan Pasal 146, Pasal 798 R.Bg serta pasal 26-28 PP No.9 Tahun 1975 dan Pasal 138-140 KHI.
Pada kebijakan Perpu tersebut dijelaskan teknik dalam memanggil pihak pemerkara, yakni::
- Panggilan pada lokasi yuridiksi
- Panggilan diluar lokasi yuridiksi
- Panggilan diluar negri
- Panggilan untuk tergugat gaib
c) Pelaksanaan Persidangan
Merupakan serangkaian aktivitas yang memberi aturan mengenai tata tertib siding yang bermula sebelum sidang hingga sidang selesai dari pegawai yang ditunjuk secara spesifik dalam menjalankan tugasnya, misalnya dengan mempersiapkan kelengkapan sidang, mencatat jadwal sudang dalam papan pengumuman yang tersedia menyesuikan urutas pendaftar perkaranya, serta melakukan pemanggilan untuk pihak dan saksi dalam memasuki rungan persidangan. Sedangkan ketika persidangan berjalan yang dilakukan Hakim ini, maka akan dilakukan berita acara persidangan yang perlu disiapkan. Berita ini menjadi akta otentik yang dihasilkan dengan resmi oleh pejabat yang memilik wewenang yang isinya mengenai proses dalam memeriksa perkara sidang, yang mendasari Hakim dalam memutuskan perkara yang diadili.
- Pembacaan Gugatan Dalam tahap ini