Mohon tunggu...
Luthfy Avian Ananda
Luthfy Avian Ananda Mohon Tunggu... Penulis - Kuli Tinta

Pernah belajar di Fakultas Hukum UII, Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Isu Pembajakan di Balik Gemerlapnya Bisnis "Internet Cafe" di Yogyakarta

2 Februari 2018   18:47 Diperbarui: 3 Februari 2018   05:22 2132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pixabay/FirmBee

Penasaran, saya pun berusaha menelusuri lebih jauh bagaimana warnet, khususnya di tempat kerja abhirama bisa memenuhi tuntutan konsumen akan update film, game, dan software terbaru. Apakah sudah ada pihak tertentu yang menyuplai file tersebut, atau justru sistem download manual dilakukan masing-masing warnet sendiri agar tetap bisa bersaing dengan tempat lainnya.

Ia kemudian menjelaskan panjang lebar jika warung internet tempatnya bekerja melakukan download file film, software, dan game secara manual dan mandiri lalu didistribusikan pada masing-masing bilik komputer yang tersedia. "Berdasarkan pengalaman saya bekerja, khusus warnet saya, download file multimedia itu kita lakukan sendiri secara manual di website tertentu, tanpa berlangganan ke pihak manapun," jelasnya.

Disini kemudian muncul masalah baru, terkait orisinalitas file multimedia yang kemudian secara bebas dicopyoleh pengunjung warnet. Karena berdasarkan sepengetahuan saya, website-website penyedia layanan download film, game, atau software hampir semuanya berstatus bajakan. Jika memang demikian, kita bisa mengatakan bahwa banyak pihak lain di luar sana yang telah dirugikan dengan bisnis ini.

Terkait keabsahan file yang didownload oleh pihak warnet demi memenuhi permintaan pengunjung itu, abhirama selaku sosok yang pernah menjadi orang dalam di lingkup usaha warung internet juga tidak menutup mata. "Ya kita download file yang tidak resmi, memang semuanya illegal alias bajakan mas," akunya. 

Kenyataan ini tentu ironis sekali, mengingat era pemerintahan Presiden Joko Widodo sekarang sedang gencar-gencaarnya berusaha menghidupkan industri kreatif seperti film, musik, game, dan lain sebagainya agar mendorong pelaku industri tersebut mampu bersaing dengan baik di pasar bebas dunia. Tetapi di sisi lain, niat mulia pemerintah itu juga dikacaukan dengan warnet yang juga punya upaya sendiri untuk terus menunjukkan eksistensinya, namun sayang dengan cara yang kurang baik.

Saya bisa mengatakan bahwa dengan menyediakan fitur multimedia secara gratis adalah cara lain warnet untuk terus bertahan karena memang tujuan orang ke warnet, khususnya yang ada di Yogyakarta saat ini sudah bukan lagi semata-mata untuk tujuan konvensional seperti berbalas e-mail, chatting, atau yang lainnya. Tetapi ada tujuan lain, yakni menambah koleksi film, software, atau game terbaru tanpa harus menyisihkan banyak uang. 

Estimasinya, jika kita menonton film secara sah di beberapa bioskop Indonesia, minimal rupiah yang harus dikeluarkan adalah 35 ribu, sedangkan di warnet, hanya dengan membayar 6 ribu per satu jam sudah bisa mendapatkan film terbaru dalam jumlah yang banyak. Padahal 35 ribu yang kita sisihkan untuk menonton di bioskop juga punya tujuan mulia, untuk menghidupi stakeholder industri film seperti produser, sutradara, kru, artis, pegawai bioskop, penulis, make up artis, dan masih banyak lainnya. 

Jika budaya pembajakan ini masih terus dibiarkan melenggang, bisa kita bayangkan akan ada berapa banyak industi kreatif khususnya dari bidang sinematografi, musisi, dan programmer yang gulung tikar.

Sayangnya mengenai kasus ini, kita tidak bisa berharap banyak selain pada diri sendiri, karena memang nyatanya pemerintah melalui aparat hukum terkesan membiarkan menjamurnya pembajakan film, game, dan software di berbagai warnet masa kini. Kabarnya memang ada istilah "operasi maya" yang dilakukan kepolisian untuk merazia warnet-warnet yang terbukti mengedarkan file-file bajakan kepada para konsumennya. 

Namun pemberlakuannya masih pasang surut, buktinya warnet yang menggunakan cara di atas demi menarik konsumen keberadaannya semakin menjamur di Daerah Istimewa Yogyakarta. 

Sumber Foto : www.isigood.com
Sumber Foto : www.isigood.com
Untuk hal ini saya curiga, apakah sudah ada deal-deal khusus antara pihak pengusaha warnet dengan kepolisian demi menghindari terjaring dalam operasi maya tersebut. Berdasarkan sumber yang saya dapatkan dari laman Wikipedia, di Yogyakarta pernah terjadi razia 80 warnet karena menggunakan software bajakan. Namun, kejadian itu sudah berlangsung pada 2005, atau lebih tepatnya 13 tahun yang lalu. Sisanya hanya razia umum seperti pornografi, dan tindak asusila di dalam warung internet.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun