Mohon tunggu...
Luthfiya Naifa Putri
Luthfiya Naifa Putri Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan Swasta.

Selamat datang di profil saya! Saya mempunyai entusiasme untuk mempelajari investasi dan ekonomi, hobi membaca novel dan menonton film.

Selanjutnya

Tutup

Money

Menentukan Pajak Penghasilan untuk UMKM

20 Februari 2022   10:10 Diperbarui: 20 Februari 2022   10:17 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Tahukah kamu bahwa berdasarkan dari data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, jumlah pelaku UMKM di Indonesia mencapai 64,2 juta UMKM pada Tahun 2021? Jumlah inipun diprediksikan akan terus meningkat pada 2022 melihat keadaan ekonomi yang semakin membaik di tengah pandemi. Sebagai pemilik usaha, terdapat kewajiban-kewajiban yang tidak bisa kamu lewatkan. Salah satunya adalah membayar pajak penghasilan (PPh) pada saat musim pajak yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Perhitungan PPh untuk wajib pajak yang mempunyai usaha dan wajib pajak yang bekerja sebagai karyawan juga berbeda lho. Yuk simak pengertian berikut ini!

Definisi

Pajak penghasilan atau PPh adalah pajak yang dikenakan kepada Wajib Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu Tahun pajak dan tertuang dalam UU Nomor 36 Tahun 2008. Menurut Direktorat Jenderal Perpajakan, Wajib Pajak adalah pelaku perorangan dan badan, yang meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak. Saat kamu mendaftarkan perusahaan atau badan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP), maka kamu akan mendapatkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT). Di SKT akan tertera jenis-jenis pajak penghasilan yang harus dibayar sesuai kriteria UMKM, omzet, dan transaksi yang dilakukan, seperti:

  1. PPh pasal 4 ayat 2: merupakan PPh Final yang dikenakan jika terdapat sewa bangunan, jasa konstruksi, pajak atas obligasi, dan pajak atas peredaran bruto (omzet) usaha. PPh Final dikenakan pada Wajib Pajak yang memiliki omzet di bawah Rp4,8 Miliar dalam setahun.

  2. PPh pasal 21:  dikenakan jika memiliki pegawai.

  3. PPh pasal 23: dikenakan jika ada transaksi pembelian jasa.

  4. PPh pasal 15: dikenakan untuk Wajib Pajak yang bergerak di industri pelayaran, penerbangan internasional dan perusahaan asuransi asing.

  5. PPh pasal 19: dikenakan untuk penilaian aset tetap yang jika dinilai kembali memiliki selisih untung atau harga belinya jauh lebih rendah ketimbang nilai pasarnya saat ini. (revaluasi)

  6. PPh Pasal 22: dikenakan untuk Wajib Pajak yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor dan re-impor atau .perdagangan barang yang dianggap menguntungkan.

  7. PPh Pasal 26: dikenakan untuk penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri dari Indonesia, dimana semua badan usaha yang melakukan transaksi pembayaran (gaji, bunga, dividen, royalti dan sejenisnya) kepada Wajib Pajak Luar Negeri diwajibkan untuk memotong PPh 26 atas transaksi tersebut.

  8. PPh Pasal 29: merupakan PPh kurang bayar yaitu sisa dari PPh yang terutang dalam Tahun pajak yang bersangkutan dikurangi Kredit Pajak PPh Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 dan PPh Pasal 25 yang harus dibayarkan oleh wajib pajak. 

 

Kriteria UMKM

PPh yang dikenakan per-usaha dapat berbeda berdasarkan pembagiannya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, kriteria UMKM terbagi menjadi 3, yaitu:

  1. Usaha Mikro atau Industri Rumah Tangga

Merupakan usaha yang dijalankan secara perorangan dan/atau badan yang memenuhi syarat sebagai berikut:

  • Memiliki karyawan kurang dari 4 orang

  • Kekayaan bersih hingga Rp50 juta per Tahun, tidak termasuk tanah dan tempat usaha

  • Omzet penjualan Tahunan hingga Rp300 juta per Tahun

  1. Usaha Kecil

Merupakan usaha ekonomi produktif yang dijalankan secara perorangan dan/atau badan, namun bukan merupakan anak perusahaan yang dikuasai oleh usaha menengah atau usaha besar. Usaha kecil harus memenuhi syarat sebagai berikut:

  • Memiliki karyawan 5-10 orang

  • Kekayaan bersih Rp50 Juta hingga Rp500 Juta per Tahun, tidak termasuk tanah dan tempat usaha

  • Omzet penjualan Tahunan Rp300 Juta hingga Rp2,5 Miliar per Tahun

  1. Usaha Menengah

Merupakan usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh perorangan atau badan, tidak berafiliasi dengan usaha kecil maupun usaha besar dengan persyaratan:

  • Memiliki karyawan lebih dari 20 hingga 99 orang.

  • Aset (kekayaan bersih) antara Rp500 Juta hingga Rp10 Miliar.

  • Omzet penjualan Tahunan antara Rp2,5 Miliar hingga Rp50 Miliar.

 

Peraturan pajak penghasilan untuk UMKM

Per tanggal 7 Oktober 2021, DPR mengesahkan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) untuk menata kembali sistem perpajakan dan memperkuat kondisi ekonomi Indonesia ditengah pandemi yang berlangsung selama dua tahun terakhir. UU HPP diharapkan dapat meringankan semua pihak untuk mendapat keadilan pajak dan termasuk upaya penguatan sektor UMKM. Melalui UU HPP, pajak yang dikenakan kepada UMKM menjadi lebih ringan, dimana:

  1. UMKM atau WP pribadi yang menjalankan usaha dengan penghasilan bruto kurang atau sama dengan Rp500 juta/tahun tidak akan dikenai pajak.

  2. UMKM atau WP pribadi yang menjalankan usaha dengan penghasilan bruto diatas Rp500 juta/tahun, maka hanya omzet diatas Rp500 juta yang akan dikenai PPh final 0,5% sesuai PP 23/2018.

Sebagai contoh, bila seorang wajib pajak (WP) pribadi yang menjalankan usaha dan memiliki omzet Rp1,2 miliar/tahun, maka:

  • Mengikuti poin B, hanya penghasilan bruto sebesar Rp700 juta yang dikenakan PPh final UMKM.

  • PPh final yang harus dibayar adalah 0.5% * Rp700 juta = Rp3,5 juta/tahun.

Fungsi pajak penghasilan

  1. Menyeimbangkan regulasi anggaran dan rencana keuangan negara.

  2. Mendukung distribusi pemerataan pendapatan masyarakat, dengan harapan dapat mengurangi kesenjangan sosial antar masyarakat.

  3. Menjaga kestabilan ekonomi Indonesia. Wajib pajak yang membayar pajak penghasilan secara rutin akan menghambat laju inflasi di Indonesia.

 

Jangan lupa bayar pajak. ya! Penyetoran pajak penghasilan harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Namun, bila Wajib Pajak mengalami kerugian usaha atau tidak mendapatkan omzet dalam satu bulan, DJP akan memberi keringanan terhadap dengan tidak mewajibkan WP tersebut untuk menyetor atau membayar PPh Final kepada Kas Negara. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun