Mohon tunggu...
Luthfiah Rima Hayati
Luthfiah Rima Hayati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi di Universitas Riau

Seorang mahasiswi Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang tertarik pada dunia kepenulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bagaimana Kehidupan yang Kalian Inginkan?

14 Januari 2024   22:53 Diperbarui: 14 Januari 2024   23:02 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : edited on Canva

Rila datang ke rumah para sahabatnya untuk mengatakan kalau dia telah meninggal dunia. Hari itu, Rila menghembuskan napas terakhir sendirian di rumah sakit. Tidak ada yang menemani gadis itu di akhir hayatnya. Bangun dari kematiannya, gadis itu merasa lega. Tidak ada lagi yang menghalangi geraknya, tidak ada lagi selang–selang penghambat yang melekat di tubuhnya. 

Rila berdiri di atap rumah sakit, memandang jalanan di bawah sana yang sibuk sendiri dengan kemacetan. Apa yang dapat diharapkan dari jalanan Jakarta di sore hari? Rila memandang telapak tangannya yang tidak lagi bisa menyentuh apa pun. Dia menjadi seperti angin, bebas dan lepas. Rila tahu apa yang membuat dia menjadi seperti ini, menjadi makhluk yang tidak jelas jenisnya. Dia bukan lagi manusia, apa dia menjadi hantu? Penampilannya tidak pula seram seperti yang dipikirkan orang–orang. Tetapi, itu tidak penting. Rila harus cepat kembali ke tempat seharusnya dia berada sekarang. Tetapi sebelum itu, ada yang harus dia lakukan.

***

Bagaimana kehidupan yang kalian inginkan? Kehidupan yang dipenuhi harta berlimpah sehingga kalian bisa membeli apa pun yang kalian inginkan atau mungkin kehidupan yang hangat dan bahagia sudah cukup bagi kalian? Rila merasa tidak pernah punya impian, sebelum dia bertemu dengan 3 orang yang membuat kehidupannya terasa berbeda. Impiannya ingin selalu bersama mereka. Menjalani sisa hidup dan berakhir bahagia bersama sahabat–sahabatnya. 

Rila punya 3 orang sahabat semasa kuliah. Mereka sudah seperti keluarga yang selalu ada di saat Rila senang maupun susah. Pertemanan mereka begitu lekat hingga banyak yang iri pada mereka. Ada gadis manis bernama Aini, gadis cantik dan sedikit jutek bernama Gia, dan ada si cerewet Pika. Rasanya Rila tidak butuh apa–apa lagi jika bersama mereka. 

“Tulis di kertas ini apa yang mau kalian capai di tahun–tahun setelah kita lulus kuliah.” Pika memberikan kertas dan pulpen

Hari itu mereka pergi ke sebuah taman yang lumayan jauh dari kampus. Rencananya mereka akan piknik di sana. Pika, si gadis cerewet itu tiba–tiba memberi sebuah usulan. Dia meminta sahabat–sahabatnya menuliskan apa yang menjadi keinginan mereka di tahun setelah mereka lulus kuliah. Sebuah resolusi, sebentar lagi tahun baru katanya.

Semua menuliskan keinginan mereka. Piknik hari itu ditutup dengan janji bahwa mereka akan berkumpul kembali di sini dan membacakan resolusi yang sudah mereka buat. Rila tidak sabar menunggu hari itu. Dia ingin tahu apa yang ditulis para sahabatnya. 

Kehidupan mereka berjalan seperti biasa. Komunikasi mulai renggang ketika mereka masuk semester akhir. Grup mulai sepi tanpa chat. Belum lagi masalah–masalah kian menerpa persahabatan mereka. Hari itu, Aini meninggalkan grup. Meninggalkan semua hal yang pernah mereka lakukan. Melupakan kebersamaan mereka. Di kampus mereka sudah jarang bertemu, tugas akhir membuat mereka harus berjalan sendiri–sendiri.

Hari–hari pun berlalu. Rila wisuda lebih dulu dari para sahabatnya. Dia kira, seperti angan yang selalu mereka bicarakan, mereka akan wisuda bersama. Gadis itu sudah menunggu sahabatnya, tetapi hanya angin yang menyapanya sedari tadi. Tidak ada lagi pelukan hangat. Rila kembali sendirian. Mungkin, impiannya tidak akan jadi kenyataan. 

10 tahun berlalu tanpa sahabatnya. Rila lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah sakit 2 tahun terakhir ini. Kanker tidak tahu diri itu malah hidup di tubuhnya. Keluarganya sudah berusaha untuk kesembuhan putri mereka hingga akhirnya Rila pergi membawa rasa sakitnya. 

Pandangan gadis manis itu kembali ke keramaian di bawah sana. Menatap nanar pada dunia yang sebentar lagi akan dia tinggalkan. Besok hari pemakamannya dan dia akan pulang ke rumah malam ini. Dari dulu Rila bertanya–tanya, siapa saja yang akan bersedih pada saat kematiannya? Suara tangisan memenuhi kawasan rumah dengan cat putih itu. Ibunya sedari tadi tak henti–hentinya menangis. Semua keluarganya berkumpul. Seorang laki–laki dengan mata sembap menjadi perhatian gadis itu.

“Maaf membiarkan kamu pergi sendirian,” katanya. Sebuah buket bunga berada di genggaman laki–laki itu. 

Rila tersenyum, “Terima kasih, Abang. Maaf mendahului kamu.”

Pemakaman berlangsung dengan diiringi cuaca mendung. Rila menatap tanah yang di dalamnya ada tubuhnya. Dia pun tersenyum. Rila pergi dari pemakaman itu untuk ke sebuah tempat.

“Kamu percaya aku kan, Gia?” tanya seorang gadis dengan tatapan memohon.

Setelah semua yang dikatakan manusia tembus pandang di depannya ini, bagaimana Gia tidak percaya. Air mata wanita itu mengalir sendirinya. Dia ingin memeluk Rila, memeluk sahabat keduanya yang cerewet itu. Rila mendatangi rumah Gia. Wanita itu sudah bahagia, Rila ikut bahagia mengetahui fakta itu. Gia sudah punya keluarga kecil. Dia meminta maaf karena tidak pernah menghubungi Rila. Wanita itu sempat koma berbulan–bulan karena kecelakaan, dia bahkan tidak menyelesaikan studinya di kampus.

“Kamu ingat janji kita, kan? Penuhin janji itu, Gia. Bantu aku kembali dengan tenang,” ucap Rila memohon. Gia hanya menganggukkan kepala sambil terus mengusap air matanya.

“Aku tau di mana Aini. Kita pergi sekarang. Aku mau nitipin anakku dulu, ya,” ucap Gia sambil pergi meninggalkan Rila sendiri di ruang tamu rumahnya.

Rila memperhatikan bagaimana Gia yang dulunya anti pada anak–anak memandang sayang pada buah hatinya. Gadis jutek yang dia kenal beberapa tahun yang lalu telah berubah. Tetapi rasa hangatnya, masih tetap sama.

“Maafin aku, Rila,” ucap Aini.

“Ai, kamu nggak capek ya nunduk begitu? Nangis juga bikin capek, loh Ai. Lagian nggak ada yang salah di sini. Semua udah lewat, Ai. Sekarang tolong aku buat pulang, duniaku bukan di sini lagi,” balas Rila sedih.  

Mereka berkumpul dengan canggung. Tidak ada lagi tawa canda seperti dulu. Semua sudah berbeda. Pun termasuk taman tempat mereka berkumpul dulu. Tempat Pemakaman Umum, begitu tulisannya. Gia dan Aini bertanya–tanya mengapa mereka tetap ke sini jika taman yang indah itu sekarang jadi tempat yang menyeramkan. Rila membawa mereka ke sebuah gundukan tanah yang masih basah.

Rila dan Aini berjongkok untuk memastikan nama yang berada di nisan kuburan itu. Mereka tersenyum, Rila membawa mereka ke rumahnya yang baru. Mereka bicara banyak, membicarakan semua hal yang sudah mereka lewati. Gia menikah dengan pilihan orang tuanya dan dia sudah bahagia. Aini, setelah wisuda mendapat kerja di Malaysia dan sempat tinggal di sana selama 5 tahun. Rila berkata bahwa seharusnya dia sebentar lagi akan menikah, calon suaminya adalah kakak tingkat mereka di kampus. Gia dan Aini sedih mendengar fakta itu. 

Rila mengucapkan terima kasih kepada sahabatnya. Mereka telah memberi warna di kehidupannya selama kuliah. Pertengkaran memang ada, tetapi itu semua sudah berlalu. Mereka tetap sahabat.

“Sekarang, mana si cerewet yang punya ide buat resolusi itu? Kita semua udah kumpul disini. Kamu sudah minta dia untuk datang kan, La?” tanya Gia.

“Oh iya, dia juga mau mengucapkan terima kasih ke kalian,” ucap Rila sambil menunjuk seseorang yang sedang  tersenyum ke arah mereka.

Pika, perempuan itu sama sepertinya. Tembus pandang. Gadis itu meninggal beberapa hari sebelum Rila dan mereka dimakamkan di tempat yang sama. Di hari pemakamannya, Pika menyambutnya. 

“Kalau kalian ada waktu, mungkin kalian bisa kunjungi rumah baru si cerewet ini,” ucap gadis itu.

***

Resolusi Gia :

Mau nikah, capek kuliah.

Resolusi Aini :

Ingin ke luar negeri dan punya banyak uang.

Resolusi Pika :

Bisa main dan happy terus bareng Gia, Aini, dan Rila. Bisa berjodoh sama Radit dan punya banyak anak hahaha

Resolusi Rila :

Aku mau bahagia bareng mereka terus. Aku mau menjalani semester akhir dan wisuda bareng mereka. Aku mau jadi jurnalis keren. Tapi, kalau kematian lebih dulu datang ke aku, aku mau bertemu sahabat–sahabat aku dulu.

TAMAT

Penulis merupakan mahasiswi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (otw) semester 4 di salah satu kampus terluas di Indonesia. Penulis juga suka menulis Cerpen di kala waktu senggang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun