“Ai, kamu nggak capek ya nunduk begitu? Nangis juga bikin capek, loh Ai. Lagian nggak ada yang salah di sini. Semua udah lewat, Ai. Sekarang tolong aku buat pulang, duniaku bukan di sini lagi,” balas Rila sedih.
Mereka berkumpul dengan canggung. Tidak ada lagi tawa canda seperti dulu. Semua sudah berbeda. Pun termasuk taman tempat mereka berkumpul dulu. Tempat Pemakaman Umum, begitu tulisannya. Gia dan Aini bertanya–tanya mengapa mereka tetap ke sini jika taman yang indah itu sekarang jadi tempat yang menyeramkan. Rila membawa mereka ke sebuah gundukan tanah yang masih basah.
Rila dan Aini berjongkok untuk memastikan nama yang berada di nisan kuburan itu. Mereka tersenyum, Rila membawa mereka ke rumahnya yang baru. Mereka bicara banyak, membicarakan semua hal yang sudah mereka lewati. Gia menikah dengan pilihan orang tuanya dan dia sudah bahagia. Aini, setelah wisuda mendapat kerja di Malaysia dan sempat tinggal di sana selama 5 tahun. Rila berkata bahwa seharusnya dia sebentar lagi akan menikah, calon suaminya adalah kakak tingkat mereka di kampus. Gia dan Aini sedih mendengar fakta itu.
Rila mengucapkan terima kasih kepada sahabatnya. Mereka telah memberi warna di kehidupannya selama kuliah. Pertengkaran memang ada, tetapi itu semua sudah berlalu. Mereka tetap sahabat.
“Sekarang, mana si cerewet yang punya ide buat resolusi itu? Kita semua udah kumpul disini. Kamu sudah minta dia untuk datang kan, La?” tanya Gia.
“Oh iya, dia juga mau mengucapkan terima kasih ke kalian,” ucap Rila sambil menunjuk seseorang yang sedang tersenyum ke arah mereka.
Pika, perempuan itu sama sepertinya. Tembus pandang. Gadis itu meninggal beberapa hari sebelum Rila dan mereka dimakamkan di tempat yang sama. Di hari pemakamannya, Pika menyambutnya.
“Kalau kalian ada waktu, mungkin kalian bisa kunjungi rumah baru si cerewet ini,” ucap gadis itu.
***
Resolusi Gia :
Mau nikah, capek kuliah.