Menurut Habib Abubakar Assegaf, bahwa hutang negara tersebut yang menanggung adalah yang melakukan hutang tersebut, bukan rakyat. Karena Habib Abubakar Assegaf berdalilkan Al-Masulliyyah, tanggung jawab itu pemimpin, bukan rakyat. Seperti penggalan hadits
                                                                                                                      Â
"Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya"
Â
Karena pemimpin mengemban amanah atau kepercayaan dari orang-orang yang dipimpinnya dan tentu hal ini merupakan tanggung jawab yang besar.
Â
Adapun Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bandung mengeluarkan fatwa tentang status hutang negara sebagai berikut "Bahwa hutang negara merupakan bukan hutang pribadi warga negara, melainkan hutang yang harus diselesaikan oleh kepala negara". Kita bisa melihat dan memandang bahwasanya tanggungan kepada negara sangatlah besar.
Â
Selain itu, menurut Ustadz Erwandi Tarmizi, Lc., M.A., seorang salafi dan pakar fiqih muamalah kontemporer, jika dibagi hutang negara Indonesia terhadap rakyatnya. Setiap orang akan menanggung sekitar 16 juta. Tetapi, hutang tersebut akan ditanggung dengan yang melakukan akad hutang secara langsung di dunia dan dibawa hingga ke akhirat. Karena rakyat tidak tahu dan tidak terlibat langsung dengan akad yang terjadi.
Dari sini kita bisa mengetahui bahwa hutang negara adalah bukan hutang rakyat secara individu, dan merupakan hutang yang melakukan akad dan transakis hutang tersebut.
Â