Hutang luar negeri adalah sebagian dari seluruh hutang negeri yang didapatkan dari kreditor luar negeri. Penerima hutang tersebut bisa dari pemerintahan, perusahaan atau personal. Bentuk hutangnya pun dapat berupa jasa yang diperoleh dari negara lain ataupun perusahaan luar.
Bank Indonesia mencatat utang luar negeri Indonesia mencapai US$420,7 miliar atau setara dengan Rp.6.016,01 triliun pada akhir Januari 2021. Tentu ini adalah angka yang sangat besar dan mengkawatirkan. Akan tetapi, hutang negara tidak semena-mena tanpa tujuan. Karena dengan adanya hutang negara ini, dapat mendukung pembangunan nasional dan telah disetujui oleh DPR RI ketika membahas dan menetapkan APBN.
Â
Dengan adanya dukungan pembangunan nasional dari pemerintah, ekonomi Indonesia berkembang menjadi keadaan ekonomi yang stabil, melebihi China dan Korea. Walaupun seperti itu, kita sebagai WNI tidak hanya tinggal diam dan berusaha untuk membantu pemerintah dengan salah satunya membayar pajak tepat pada waktunya.
Â
Perspektif Hutang Dalam Islam
Â
Dari perspektif Islam secara umum ada dua pandangan terhadap hutang luar negeri. Pertama bahwasanya hutang luar negeri diperbolehkan asalkan bersifat syariah dan bertujuan untuk saling membantu. Seperti mudharabah, musyarakah. murabahah.Â
Kedua, hutang negeri yang haram karena terdapat unsur riba didalamnya. Sudah jelas bahwasanya hutang seperti ini sangat dilarang keras untuk dilakukan. Akan tetapi, khususnya di zaman yang modern ini mayoritas negara pemberi hutang adalah bukan negara islam. Dari data tersebut, tidak terelakkan bahwasanya Indonesia melakukan pinjaman hutang luar negeri kepada negara pemberi hutang non islam, sehingga sudah pasti mengandung riba. Maka hutang luar negeri secara mayoritas adalah haram.
      Hal riba ini sudah jelas tercantum dalam al-Quran surat Al-Baqarah ayat 275 yang berbunyi