Mohon tunggu...
Luthfi Mala
Luthfi Mala Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Amature writer

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kisah Klasik: Perdebatan Dampak Positif dan Negatif Media Sosial

14 Juli 2021   15:25 Diperbarui: 14 Juli 2021   15:59 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
illustrsi.Foto/www.thesocialdilemma.com

Dengan mengawasi aktivitas para pengguna internet atau media sosial, sehingga algoritma dapat mengetahui saat seseorang kesepian, depresi, bahkan  membuat kategori mengenai pengguna yang introvert dan ekstrovert. “Setiap tindakan yang kita lakukan dipantau dan direkam dengan hati-hati. Misalnya gambar apa yang kita lihat dan berapa lama kita melihatnya” ujar Jeff Seibert seorang mantan eksekutif Twitter. 

The Social Dilemma juga menggambarkan bahwa pengguna merupakan produk yang ditawarkan pada pengiklan. Tim Kendall, seorang mantan eksekutif Facebook mengungkapkan “Facebook telah berdiri selama dua tahun, dan saya direkrut untuk mencari model bisnis untuk perusahaan. Aku adalah seorang direktur monetisasi yang intinya kamu yang akan mencari tahu cara hal ini menghasilkan uang. Ada banyak pekerjaan yang menunjukkan bahwa kami harus menghasilkan uang, dan kurasa model pengiklanan ini mungkin cara yang paling elegan”. Dari situ jelas bahwa perusahaan-perusahaan teknologi dan media sosial berusaha menghasilkan uang dengan cara memikat atau menarik perhatian para pengguna untuk terus menggunakan internet sehingga mereka bisa menampilkan berbagai iklan. Dari iklan-iklan yang kita lihat tersebut perusahaan dapat menghasilkan uang.  

Setelah kita menonton dokumenter The Social Dilemma, kita akan mendapatkan pandangan-pandangan nyata mengenai media sosial. terutama hal-hal yang kita tidak tahu sebelumnya. Kita akan merasa bahwa media sosial merupakan sesuatu yang amat sangat negatif dan manipulatif. Dengan berbagai pernyataan dari para mantan pegawai perusahaan teknologi dan media sosial, kita merasa bahwasanya selama ini kita telah dimanipulasi, terkadang kita juga dijadikan sebagai objek eksperimen tanpa kita sadari. 

Setiap aktivitas yang kita lakukan terpantau dengan sendirinya tanpa ada yang mengetahuinya. Jejak penelusuran dan aktivitas kita akan dijadikan data khusus yang setiap hari semakin bertambah tanpa ada yang mengawasinya. Dengan desain dan teknologi yang telah dirancang secara khusus, kita dengan sengaja dibuat kecanduan media sosial.  

Hootsuite melaporkan mengenai data dan tren tentang internet dan media sosial pada tahun 2020. Dijelaskan bahwa 59% atau setara dengan 160 juta pengguna aktif di media sosial. Rata-tara waktu yang dihabiskan  untuk menggunakan internet melalui perangkat apapun yaitu 7 jam 59 menit (hampir 8 jam setiap harinya). Waktu tersebut setara dengan batas minimal waktu untuk tidur normal dalam satu hari. Data tersebut membuktikan bahwa adanya indikasi kecanduan media sosial pada masyarakat Indonesia.

Saat kita mulai kecanduan, kita akan terus menjelajahi media sosial tanpa henti, jari kita akan terus bergulir pada layar gawai selama hampir 24 jam. Selama hampir 24 jam tersebut, kita akan melihat banyak peristiwa, banyak komentar, dan juga banyak iklan. Semakin banyak waktu yang kita habiskan pada media sosial, semakin banyak media sosial menghasilkan uang dari iklan yang ditampilkan. Penggunaan media sosial yang dilakukan terus menerus dapat berakibat pada tipisnya kesadaran diri antara dunia nyata dan dunia maya. Media sosial sering menampilkan berbagai konten yang terlihat sangat sempurna entah itu berupa gambar, video, atau bahkan hanya sebuah tulisan. 

Namun pengaruhnya amat sangat besar, orang-orang berlomba untuk menjadi sempurna, mencoba memenuhi standar yang bahkan tidak diketahui siapa penciptanya, mengundang banyak teman, memiliki banyak like atau viewers, mendapat banyak komentar. Saat target-target menjadi sempurna tidak terwujud sesuai keinginan, kita akan merasa gagal, tidak berguna, dan bahkan depresi terutama saat membaca komentar-komentar negatif. Menurut National Institute of Mental Health penggunaan media sosial dapat meningkatkan risiko gangguan mental terutama pada remaja usia 18-25 tahun. Semakin tinggi Intensitas penggunaan media sosial dapat meningkatkan resiko remaja menjadi korban cyber bullying.

Beberapa waktu setelah Film dokumenter The Social Dilemma ditayangkan oleh Netflix, pihak Facebook memberikan tanggapan negatif. Facebook menyatakan keberatan atas beberapa tanggapan atau pernyataan dari beberapa pihak yang ditayangkan dalam film dokumenter yang disutradarai Jeff Orlowski tersebut. Facebook merasa bahwa film dokumenter tersebut telah menuduh Facebook sebagai pemicu utama adanya masalah-masalah yang sebelumnya memang sudah ada di masyarakat. 

Menurut Facebook film tersebut tidak adil karena hanya menyampaikan perspektif media sosial dari orang-orang yang telah lama tidak bekerja atau tidak memiliki kerjasama dengan mereka. Film tersebut tidak menampilkan pendapat dari orang-orang yang masih bekerja di Facebook bahkan tidak membahas bagaimana usaha sebuah tim dari perusahaan teknologi atau media sosial dalam menangani setiap masalah yang mereka angkat. 

Dalam sebuah artikel yang dirilis oleh liputan6 membahas mengenai bantahan yang diberikan oleh Facebook atas film The Social Dilemma dalam dua lembar pdf. Ada tujuh poin utama yang disoroti pihak Facebook sebagai respons atas penayangan film tersebut. 

Pertama, Facebook menekankan bahwa perusahaan membangun produknya untuk membuat nilai, bukan dengan tujuan membuat pengguna ketagihan. Hal ini ditekankan dengan perubahan algoritma News Feed, menampilkan hal yang lebih berarti bagi interaksi pengguna. Menurut Facebook, perubahan ini berhasil mengurangi waktu aktif pengguna di platform hingga 50 jam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun