Alasan utama perceraian adalah pernikahan di bawah umur, di mana pasangan menikah pada usia di bawah 16 tahun. Pasangan ini cenderung tidak stabil dalam mengelola kehidupan ekonomi, yang kemudian berdampak pada masalah ekonomi keluarga. Kondisi ini mendorong perilaku konsumtif, meningkatkan produktivitas untuk hal-hal konsumtif, dan mengakibatkan pola berpikir yang tidak stabil. Selain itu, kurangnya pemahaman dan praktik agama juga menjadi faktor signifikan, mempengaruhi cara mereka membangun keluarga.
Beberapa Dampak dan akibat perceraian.
Dampak bagi bekas suami dan istri setelah perceraian adalah berubah statusnya menjadi duda dan janda.
Anak-anak, sebagai pihak yang terkena dampak, akan merasakan kebingungan, kegelisahan, kekhawatiran, rasa malu, kesedihan, dan seringkali dipenuhi dengan perasaan dendam dan benci. Hal ini dapat menyebabkan perilaku anak-anak yang menjadi kacau dan tidak terkendali. Selain itu, anak-anak yang menjadi korban perceraian cenderung menghadapi masalah perilaku, dengan kegiatan belajar mereka kehilangan pengawasan, berdampak pada penurunan kemampuan akademik.
Dampak terhadap harta kekayaan mencakup pembagian harta bersama.
Perceraian membawa dampak besar terhadap seluruh anggota keluarga, menciptakan dampak negatif pada aspek psikologis ayah, ibu, dan anak. Dampak tersebut melibatkan masalah ekonomi, kekecewaan terhadap pasangan, stres, terputusnya komunikasi, timbulnya permusuhan, perasaan dendam, kemarahan, penyalahgunaan orang tua, kesedihan, menyalahkan diri sendiri, perasaan tidak diinginkan, kehilangan rasa aman dan kehangatan, penurunan prestasi, perilaku agresif, depresi, dan rasa kesepian. Oleh karena itu, perceraian menjadi masalah serius karena memberikan dampak negatif yang merugikan semua anggota keluarga.