Mohon tunggu...
Mohammad Lutfi
Mohammad Lutfi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tenaga pengajar dan penjual kopi

Saya sebenarnya tukang penjual kopi yang lebih senang mengaduk ketimbang merangkai kata. Menulis adalah keisengan mengisi waktu luang di sela-sela antara kopi dan pelanggan. Entah kopi atau tulisan yang disenangi pelanggan itu tergantung selera, tapi jangan lupa tinggalkan komentar agar kopi dan tulisan tersaji lebih nikmat. Catatannya, jika nikmat tidak usah beri tahu saya tapi sebarkan. Jika kurang beri tahu saya kurangnya dan jangan disebarkan. Salam kopi joss

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sastra Anak, Media Pendidikan Karakter di Rumah

30 November 2022   11:23 Diperbarui: 30 November 2022   12:04 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ibu membacakan cerita untuk anak (Thinkstockphotos via Kompas.com)

Penguatan pendidikan karakter anak berbeda dengan orang dewasa. Anak-anak memiliki keunikan tersendiri yang menuntut cara unik pula dalam proses penanaman nilai karakter dalam diri anak. Anak berusia dua tahun dengan anak berusia enam tahun akan berbeda cara dalam menerima dan memahami stimulus kehidupan. Anak usia dua tahun yang masih belum memahami tulisan akan lebih senang jika dibacakan atau diceritakan. Sementara itu, anak usia enam tahun sudah mampu memahami tulisan, sudah dapat disuguhkan tulisan ringan bergambar.

Dunia anak merupakan dunia paling menyenangkan, sebab pada fase ini, anak lebih senang bermain dan serba ingin tahu dan mencoba. Pada fase ini juga disebut masa emas anak. Anak akan mengalami pertumbuhan otak secara maksimal diikuti juga dengan pertumbuhan fisik. Selain itu, pada masa emas anak akan mengalami perkembangan kepribadian dan pembentukan pola tingkah laku dan emosi yang nantinya melekat pada diri anak. Oleh karena itu, pada fase inilah orang tua secara disiplin dapat menanamkan pendidikan karakter untuk membentuk kepribadian anak. Setelah itu orang tua juga dapat memberikan penguatan pasca masa emas anak berakhir.

Penanaman dan penguatan pendidikan karakter yang dilakukan orang tua sebagaimana telah disinggung di atas dapat menggunakan media sastra. Sastra merupakan citra kehidupan yang bermakna dan ditransformasi ke dalam simbol-simbol bahasa yang khas dan berbeda dengan bahasa nonsastra. Sebagai citra kehidupan, sastra tentunya memberikan gambaran tentang kehidupan, pola tingkah laku, adat istiadat dan sebagainya yang dapat diambil sari maknanya untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Sejalan dengan pendapat di atas, Saxby (dalam Nurgiyantoro, 2010) mengatakan sastra anak adalah citraan dan atau metafora kehidupan yang disampaikan kepada anak yang melibatkan baik aspek emosi, perasaan, pikiran, saraf sensori, maupun pengalaman moral, dan diekspresikan dalam bentuk-bentuk kebahasaan yang dapat dijangkau dan dipahami oleh pembaca anak-anak. Lebih lanjut Nurgiyantoro (2010) menyebutkan bahwa cakupan sastra anak membentang luas sekali, atau yang lazim dikenal sebagai genre, bahkan melebih cakupan sastra dewasa. Ia bersifat lisan, tertulis, bahkan juga aktivitas.

Pengenalan sastra sebenarnya telah sering dilakukan orang tua pada anaknya sejak dulu kala. Kita dapat melihat dan mengingat dulu saat orang tua kita bercerita di samping anaknya sebelum tidur. Selain bercerita, kita sering mendengar orang tua bernyanyi sambil menggendong anak yang sedang menangis guna untuk menghibur. Bercerita dan bernyanyi seperti yang dilakukan seorang ibu secara tidak langsung si ibu telah mengenalkan sastra pada anak. Melalui cerita dan nyanyian yang dipilih dengan baik, sejatinya si ibu juga telah menanamkan pendidikan karakter dalam diri anak.

Penanaman karakter melalui media sastra dalam diri anak dapat dilakukan sesuai dengan fungsi keluarga yang telah dikemukakan di atas. Proses identifikasi dalam artian proses memilih dan memahami nilai, orang tua dapat memilihkan cerita-cerita yang mengajarkan karakter positif dengan cara membaca terlebih dahulu buku cerita atau jenis sastra lainnya sebelum disuguhkan kepada anak. Dari proses identifikasi ini orang tua dapat mengetahui cerita yang layak atau tidak layak, sebab terdapat pula buku-buku cerita yang justru tidak bermuatan pendidikan karakter. Beragam sastra anak dapat dipilih orang tua seperti buku-buku cerita yang berbentuk cerita bergambar, dongeng, fabel, legenda dan mitos.

Internalisasi merupakan proses dimana nilai-nilai diserap dan dibatinkan di dalam diri anak, sehingga menjadi sistem nilai atau tatanan. Sastra sebagai media memiliki peranan penting dalam proses internalisasi atau penanaman nilai dalam diri anak. Buku-buku cerita yang menampilkan tokoh, alur dan watak secara tidak langsung nantinya akan memberikan perubahan perasaan dalam diri anak. Misalnya saja dalam cerita Malin Kundang, anak-anak akan diajarkan tidak memiliki sifat pemarah, angkuh, dan durhaka kepada orang tua. Jika memiliki sifat-sifat tersebut justeru akan merugikan diri sendiri.

Sastra yang sifatnya memberikan kesenangan akan memengaruhi perasaan pembaca atau pendengarnya. Jadi, jangan heran jika melihat anak-anak berlakon selayaknya apa yang dilihat di televisi atau diceritakan oleh orang tua. Bahkan, bukan hanya anak-anak, orang tua terkadang akan ikut iba dan menangis ketika tokoh utama dalam sinetron di televisi mengalami kesulitan atau diperlakukan semena-mena oleh tokoh antagonis. Orang tua juga kemudian akan meniru karakter tokoh utama dalam sinetron tersebut yang kemudia bisa saja ditularkan kepada anak melalui nasihat-nasihat. Dari sini dapat disimpulkan bahwa internalisasi nilai dalam diri anak-anak akan diejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam proses ini anak disebut mengalami proses pemodelan.

Setelah proses pemodelan anak-anak akan mengalami proses tertanam kuatnya nilai dalam diri. Nilai-nilai yang diserap dari tokoh-tokoh dalam karya sastra kemudian akan terus melekat dalam diri anak-anak. Hal inilah yang diharapkan oleh orang tua yang selanjutnya dapat dilakukan penguatan nilai sehingga anak terbiasa berperilaku posistif dalam kehidupan (produksi nilai). Penyajian sastra anak dapat dilakukan secara berkalanjutan dalam proses ini agar anak tetap memeroleh penguatan.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun