Tak ada gunanya mencoba menularkan virus membaca ke dalam diri anak-anak jika Anda sendiri tak pernah memilikinya. Paul Jennings
Di mana Anda mengenal buku pertama kali? Mayoritas jawaban akan merujuk kepada keluarga, tepatnya di rumah. Saya pun juga begitu, pertama kali mengenal buku di rumah. Perkenalan lebih lanjut dengan buku dilakukan di bangku sekolah, kuliah dan terus berlanjut hingga saat ini.
Seiring dengan kemajuan teknologi, buku mulai bermetamorfosis. Dari yang semula hanya berbentuk cetak, saat ini telah hadir dalam bentuk digital.Â
Perpustakaan sekolah, perguruan tinggi, perpustakaan daerah, dan nasional sudah mengembangkan e-library. Bahkan, perpustakaan nasional muncul dengan aplikasi Ipusnas yang dapat diunduh di playstore. Buku-buku yang disediakan dapat dipinjam layaknya kita meminjam di perpustakaan biasa.
Pencapaian lain akibat perkembangan teknologi adalah pembelian buku yang dapat dilakukan secara online. Bagi penikmat bacaan, pembelian macam ini merupakan suatu yang menggembirakan karena tidak perlu repot-repot pergi ke kota besar untuk membeli buku.
Sayangnya, hasil metamorfosis buku belum diiringi dengan peningkatan minat bacanya. Beberapa hasil survey menunjukkan minat baca di Indonesia masih rendah.Â
Teknologi pula yang menjadi salah satu faktor yang memengaruhi rendahnya minat baca di Indonesia. Bisa kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, anak-anak lebih senang berselancar di dunia maya dan bermain game online daripada membaca buku.
Masalah tersebut menjadi pekerjaan rumah bersama untuk kita selesaikan agar kecintaan terhadap buku dan minat baca di Indonesia meningkat.
Penyelesaian masalah ini dapat dimulai dari lingkungan keluarga. Sebab, keluarga adalah tempat anak-anak mengenal huruf dan angka pertama kali.
Di dalam keluarga, proses pengenalan buku dapat ditunjukkan dengan cara membaca
Orangtua, mulai dari suami dapat menjadi pionir kegemeran membaca dalam keluarga. Seorang suami yang gemar membaca akan dilihat oleh istri dan anak ketika di rumah, syukur-syukur akan langsung diikuti oleh mereka. Jika belum, suami dapat memberikan pemahaman dan mengajak kerjasama istri untuk menggugah kegemaran membaca anak.
Buku adalah jendela dunia dan orangtua adalah pembuka jendela itu agar anak-anak dapat mengenal dunia. Orangtua menuntun anak-anaknya untuk membuka dan membaca buku dengan cara membacanya juga.Â
Orangtua yang mencontohkan anaknya dengan membaca buku akan menjadi stimulus dan motivasi bagi anak untuk mencontoh apa yang dilakukan orang tua.
Berbeda lagi kalau hanya menyuruh dan memaksa anak, sementara orangtua tidak mengerjakan apa yang diperintahkan. Anak hanya akan merasakan takut dan menjadi beban psikologis anak.
 Oleh karenanya pesan oleh Ki Hadjar Dewantara ini kiranya cocok bagi orangtua dalam usaha meningkatkan kecintaan terhadap buku dan usaha membacanya.Â
Di depan memberi contoh, di tengah memberi motivasi dan di belakang memberikan dorongan.
Keberadaan buku di setiap sudut rumah memaksa anggota keluarga terpapar buku
Menjadi bibliomania ada untungnya juga. Buku yang sering dibelinya dapat dijadikan pajangan dan hiasan di setiap sudut rumah. Dengan begitu, buku seoalah menjadi sahabat keluarga dan memaksa keluarga baik suami, istri maupun anak untuk berpapasan dengan buku.
Sementara itu bagi yang memang suka membaca, buku memang tidak akan lepas dari kehidupannya. Ketika buku sudah ada di setiap sudut ruangan, orang tua hanya tinggal menuntunnya dan memilihkan mana yang kira-kira cocok untuk dibaca oleh anak.
Penempatan buku dapat didesain sedemikian rupa agar terlihat menarik untuk disinggahi. Lampu-lampu penghias dan bunga dapat ditambahkan di rak buku untuk mempercantik.
Memberikan hadiah buku pada setiap keberhasilan dan ulang tahun
Mengenalkan buku dapat ditunjukkan juga dengan pemberian hadiah pada setiap keberhasilan pencapaian anak. Misalnya, si anak menjadi juara kelas di sekolah, orangtua dapat memberikan hadiah buku yang menarik sesuai dengan usia anak.
Saat ulang tahun, buku juga dapat dijadikan pilihan hadiah untuk diberikan kepada anak di samping bebeapa pilihan lain seperti mainan dan sepeda.Â
Pemberian hadiah dapat dilakukan secara langsung atau bisa mengajak anak untuk rekreasi ke toko buku dan membiarkan anak memilih sendiri buku yang disukai.
Usaha-usaha pengenalan buku terutama dalam lingkungan keluarga harus terus digencarkan. Keluarga sebagai peletak dasar pendidikan pertama dapat mengenalkan buku sedini mungkin, dalam bentuk cetak dan digital.Â
Keluarga juga harus bersaing dengan kemajuan teknologi lainnya yang kadang lebih menggiurkan daripada aplikasi buku. Tetap semangat, selamat hari buku sedunia.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H