Mohon tunggu...
Mohammad Lutfi
Mohammad Lutfi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tenaga pengajar dan penjual kopi

Saya sebenarnya tukang penjual kopi yang lebih senang mengaduk ketimbang merangkai kata. Menulis adalah keisengan mengisi waktu luang di sela-sela antara kopi dan pelanggan. Entah kopi atau tulisan yang disenangi pelanggan itu tergantung selera, tapi jangan lupa tinggalkan komentar agar kopi dan tulisan tersaji lebih nikmat. Catatannya, jika nikmat tidak usah beri tahu saya tapi sebarkan. Jika kurang beri tahu saya kurangnya dan jangan disebarkan. Salam kopi joss

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengenalkan Buku dalam Lingkungan Keluarga

24 April 2020   07:39 Diperbarui: 24 April 2020   14:55 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seorang ayah mendampingi anaknya membaca buku | Sumber: kompas.com/Rachmawati

Tak ada gunanya mencoba menularkan virus membaca ke dalam diri anak-anak jika Anda sendiri tak pernah memilikinya. Paul Jennings

Di mana Anda mengenal buku pertama kali? Mayoritas jawaban akan merujuk kepada keluarga, tepatnya di rumah. Saya pun juga begitu, pertama kali mengenal buku di rumah. Perkenalan lebih lanjut dengan buku dilakukan di bangku sekolah, kuliah dan terus berlanjut hingga saat ini.

Seiring dengan kemajuan teknologi, buku mulai bermetamorfosis. Dari yang semula hanya berbentuk cetak, saat ini telah hadir dalam bentuk digital. 

Perpustakaan sekolah, perguruan tinggi, perpustakaan daerah, dan nasional sudah mengembangkan e-library. Bahkan, perpustakaan nasional muncul dengan aplikasi Ipusnas yang dapat diunduh di playstore. Buku-buku yang disediakan dapat dipinjam layaknya kita meminjam di perpustakaan biasa.

Pencapaian lain akibat perkembangan teknologi adalah pembelian buku yang dapat dilakukan secara online. Bagi penikmat bacaan, pembelian macam ini merupakan suatu yang menggembirakan karena tidak perlu repot-repot pergi ke kota besar untuk membeli buku.

Sayangnya, hasil metamorfosis buku belum diiringi dengan peningkatan minat bacanya. Beberapa hasil survey menunjukkan minat baca di Indonesia masih rendah. 

Teknologi pula yang menjadi salah satu faktor yang memengaruhi rendahnya minat baca di Indonesia. Bisa kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, anak-anak lebih senang berselancar di dunia maya dan bermain game online daripada membaca buku.

Masalah tersebut menjadi pekerjaan rumah bersama untuk kita selesaikan agar kecintaan terhadap buku dan minat baca di Indonesia meningkat.

Penyelesaian masalah ini dapat dimulai dari lingkungan keluarga. Sebab, keluarga adalah tempat anak-anak mengenal huruf dan angka pertama kali.

Di dalam keluarga, proses pengenalan buku dapat ditunjukkan dengan cara membaca
Orangtua, mulai dari suami dapat menjadi pionir kegemeran membaca dalam keluarga. Seorang suami yang gemar membaca akan dilihat oleh istri dan anak ketika di rumah, syukur-syukur akan langsung diikuti oleh mereka. Jika belum, suami dapat memberikan pemahaman dan mengajak kerjasama istri untuk menggugah kegemaran membaca anak.

Buku adalah jendela dunia dan orangtua adalah pembuka jendela itu agar anak-anak dapat mengenal dunia. Orangtua menuntun anak-anaknya untuk membuka dan membaca buku dengan cara membacanya juga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun