Mohon tunggu...
lusy firdaus
lusy firdaus Mohon Tunggu... Human Resources - Educator

Longlife Learner, belajar tiada batas, mencari ridho Allah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Korelasi Keterampilan Interpersonal terhadap Peningkatan Kompetensi Perilaku dan Kinerja Guru

3 Oktober 2024   14:45 Diperbarui: 3 Oktober 2024   15:06 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Guru yang lebih berpengalaman mungkin sudah memiliki keterampilan interpersonal yang matang, sehingga pelatihan tambahan tidak memberikan dampak signifikan pada kinerjanya. Sebaliknya, guru baru mungkin mendapatkan manfaat lebih besar dari pengembangan keterampilan interpersonal.

Guru yang secara intrinsik termotivasi mungkin tidak terlalu bergantung pada keterampilan interpersonal untuk meningkatkan kinerjanya. Sebaliknya, guru yang termotivasi oleh faktor ekstrinsik (misalnya penghargaan eksternal) mungkin lebih terdorong untuk mengembangkan keterampilan interpersonal jika ada insentif.

Secara filosofis, keterampilan interpersonal sering dikaitkan dengan pendekatan humanistik dalam pendidikan, yang menekankan bahwa pendidikan bukan hanya soal transfer pengetahuan, tetapi juga soal pengembangan manusia secara holistik.

Paulo Freire dalam Pedagogy of the Oppressed berpendapat bahwa pendidikan adalah proses pembebasan, dan hal ini hanya bisa tercapai jika ada dialog yang sejajar antara guru dan siswa. Freire mengkritik model pendidikan "banking concept" di mana guru dianggap sebagai otoritas tunggal yang memberikan pengetahuan kepada siswa yang pasif. Dalam perspektif ini, keterampilan interpersonal bukan hanya penting, tetapi esensial untuk mendobrak hierarki dalam hubungan guru-siswa. Guru yang mampu berkomunikasi dengan empati, mendengarkan, dan membangun dialog akan lebih berhasil dalam membangun ikatan yang memberdayakan siswa, yang pada akhirnya meningkatkan hasil pembelajaran.

Namun, beberapa kritikus menyatakan bahwa dalam sistem pendidikan yang sangat terstruktur dan hierarkis, keterampilan interpersonal sering kali dianggap tidak relevan atau dianggap sebagai "tambahan" yang kurang esensial dibandingkan dengan penguasaan konten akademik. Anda bisa mempertanyakan, apakah sistem pendidikan formal yang sering kali menekankan pada efisiensi, ujian terstandar, dan kurikulum yang ketat benar-benar memberikan ruang untuk pengembangan keterampilan interpersonal? Bagaimana keterampilan ini bisa berkembang dalam struktur yang birokratis, di mana guru harus memenuhi target yang kaku?

Dalam konteks sosiologi pendidikan, keterampilan interpersonal guru memainkan peran penting dalam dinamika kekuasaan di ruang kelas. Pierre Bourdieu, seorang sosiolog terkenal, mengajukan konsep habitus, yang merujuk pada disposisi dan kebiasaan yang dibentuk oleh struktur sosial. Guru, sebagai agen yang beroperasi dalam struktur yang terinstitusionalisasi, tidak hanya mengajar konten tetapi juga memperkuat atau menantang norma-norma sosial melalui interaksi sehari-hari.

Dalam banyak sistem pendidikan, hubungan guru dan siswa cenderung hierarkis, di mana guru dianggap sebagai otoritas mutlak. Dalam konteks ini, keterampilan interpersonal guru bisa menjadi alat untuk menantang atau memperkuat relasi kuasa tersebut. Seorang guru yang memiliki keterampilan interpersonal yang baik akan lebih mampu menciptakan suasana belajar yang inklusif, di mana siswa merasa dihargai dan didengarkan. Ini berpotensi mengubah paradigma pendidikan menjadi lebih dialogis dan partisipatif.

Dari sudut pandang manajemen pendidikan, keterampilan interpersonal sangat terkait dengan efektivitas manajerial, baik dalam konteks pengelolaan kelas maupun dalam kolaborasi antar staf sekolah. Namun, dalam analisis yang lebih mendalam, kita perlu mempertanyakan efektivitas keterampilan ini dalam struktur organisasi yang lebih luas.

Teori Transformational Leadership menyatakan bahwa pemimpin yang mampu menginspirasi, memotivasi, dan menjalin hubungan yang baik dengan bawahannya (dalam hal ini, guru dengan siswa atau guru dengan guru lain) akan meningkatkan kinerja keseluruhan. Dalam konteks ini, keterampilan interpersonal dianggap sebagai elemen kunci dari kepemimpinan transformasional. Namun, kepemimpinan transformasional dalam pendidikan sering kali berbenturan dengan struktur hirarki sekolah yang kaku, di mana otoritas lebih sering bersifat birokratis dan terpusat.

Dari perspektif psikologi pendidikan, keterampilan interpersonal tidak hanya melibatkan aspek komunikasi, tetapi juga empati, pengendalian emosi, dan kemampuan untuk membangun hubungan yang sehat.

Tinjauan Psikologis menjelakan Teori Kecerdasan Emosional (Daniel Goleman) menyatakan bahwa kecerdasan emosional -- kemampuan untuk mengenali, memahami, dan mengelola emosi -- berperan penting dalam efektivitas interpersonal. Guru yang memiliki kecerdasan emosional tinggi lebih mampu memahami kebutuhan emosional siswa, memberikan umpan balik yang lebih efektif, dan menciptakan lingkungan belajar yang positif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun