Mohon tunggu...
luqman hakim
luqman hakim Mohon Tunggu... Freelancer - Be Better

Be Better

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rasialisme Terikat Ruang dan Waktu

11 Juni 2020   06:15 Diperbarui: 11 Juni 2020   06:53 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Isu rasialisme yang mengisi tontonan dan media terus menjadi perbincangan yang seakan membuka setiap jahitan luka-luka masih basah menganga.

Setiap orang tentu berharap tidak akan pernah mendapat kejadian serupa, sesederhana apapun itu. Walaupun tidak dapat dipungkiri juga seringkali kita tanpa sadar melakukan tindakan atas dasar ras.

Anggaplah itu sebagai aib pribadi yang tidak perlu diumbar tetapi terus berusaha memperbaiki dengan bercermin pada diri dan lingkungan.

Menghilangkan rasialisme dalam benak setiap orang memerlukan waktu dan kesadaran tinggi apalagi pada orang-orang terbiasa melakukannya.

Tindakan ini berkaitan dengan ruang dan waktu terjadinya peristiwa. Ruang berkomposisi mayoritas dan minoritas sangat membutuhkan perhatian tentang isu ini agar tidak menjadi kriminal.

Begitu juga bom waktu dapat tiba-tiba meledak apabila  sedikit saja terucap kata-kata mengandung rasialisme. Sebagai orang awam hal ini terkadang tidak menjadi masalah karena kurangnya pengetahuan, kebiasaan, dan keakraban. Sensitivitas bergantung pada tingkat keparahan situasi dalam ruang.

Ruang yang kita tahu marak menjadi arena tindakan rasialisme adalah mayoritas terjadi di Eropa dengan perang dunia sebagai salah satu bukti berbahayanya perlakuan ini. Afrika menjadi titik tolak abad modern yang terbukti mampu mencegah rasialisme yaitu dalam penghapusan politik Apartheid.

Sementara banyak negara di Asia masih kurang percaya diri untuk setara dengan bangsa lainnya termasuk Indonesia. Di Indonesia saja masih belum selesai urusan dalam menyetarakan sesama warga negaranya. Apalagi perkembangan media juga dapat menjadi salah satu faktor tumbuh suburnya tindakan rasialisme.

Kasus unik justru ditemui pada negara-negara eks jajahan. Rasialisme tumbuh subur bahkan mengakar kuat dalam diri masyarakatnya.

Parahnya lagi menjadi kerdil dan inferior ketika berhadapan dengan bangsa lain terutama Eropa. Bukan rahasia lagi kalau apa saja menjadi kiblat adalah peradaban Eropa.

Walaupun kita juga tahu bahwa gudangnya adab dan moral adalah benua Asia. Perbandingan ini bukan meninggikan atau merendahkan tetapi begitulah sikap yang muncul akibat dari berbagai perpaduan peristiwa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun