Mohon tunggu...
Luqi Intalia
Luqi Intalia Mohon Tunggu... Mahasiswa - (Twolisan)

|| menulislah, maka namamu akan abadi || Mahasiswi UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan, Pendidikan Agama Islam.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ingkar (Janji yang Hilang)

19 Januari 2022   18:06 Diperbarui: 19 Januari 2022   21:34 642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

INGKAR

Terdengar suara benturan keras menggema di Jalan Danau Batur Bali.Teriakan warga sekitarpun ikut mengusik ketenangan Kota Bali.


"Bbbbbrruuuuuurukkkkkkkkkkkkkkkkk ... Sssssrrrrrreeeeekkkkk ..."
Terlihat sepeda motor terseret roda belakang bus.

Nampak 100 meter dari motornya, seorang Pria yang tergeletak tak sadarkan diri. Keluar darah dari pelipisnya, darah mengalir rata sekujur badan.

Seluruh warga berlari menuju korban kecelakaan.

"Arkaaaaaaaaannn .... !?!" Teriak seorang gadis dari belakang kerumunan warga.

Mobil Ambulance datang, segera membawa korban kecelakaan ke Rumah sakit terdekat.

Gadis itu bernama Naila, kekasih Arkan. Mereka terpisahkan jarak Bali-Jakarta untuk menggapai impian masing-masing.

Naila masih tak percaya kekasih yang baru saja menjumpainya selepas satu tahun berpisah, kini tergeletak di depan matanya. Naila masih menatap aspal yang membias bekas ceceran darah,  seolah belum sadarkan diri bahwa kekasihnya baru saja mengalami kecelakaan hebat.

" Ya tuhan ... !? Tolong selamatkan nyawanya, tolong selamatkan jiwanya, jangan ambil dia dariku, berikan kesembuhan untuknya!  Naila merengek kepada tuhan meraba tiap jengkal aspal bekas darah kekasihnya.

"Aku berjanji tidak akan menjumpainya lagi setelah ini, aku berjanji! karena ini salahku, hidupkan dia tuhan ....!? Tanpa sadar Naila  membuat janji yang pasti tidak bisa ia tepati.

Sesaat suasana hening, warga mengelilingi gadis itu dengan tatapan nanar, keheranan. Seolah mereka bertanya siapa gadis ini, dan mempertanyakan kewarasannya.

Naila masih saja tidak memperhatikan sekitar.
" Apa yang aku ucapkan !?" Naila menepuk-nepuk bibirnya seolah merasa menjadi diri paling bersalah

"Aku mengucap janji" ia menengok sekeliling,

" Tidak akan menemui Arkan lagi jika ia selamat, kenapa aku mengucapkan ini ..."

***

Hari berganti, seolah kejadian seminggu lalu, adalah kejadian kemarin yang baru saja berlalu. Jendela rumah sakit nampak ikut berbinar menampakkan cahaya mentari.

"Dit apaan si silau," tangan arkan menutup matanya

"Udah siang bro, lagian lo seminggu nggak sadarkan diri, mimpi apa aja lo."

"Udah seminggu ...?!"  Arkan kaget.

"Ia lah gua yang nemeni lo sampai sekarang, lo sih kecelakaannya terlalu parah untung masih hidup," cetus Dito

"Nai -?"

"Kenapa, Naila maksud lo?"

"Iya, Naila nggak jenguk gua?"

" Nggak tuh."

" Yang bener aja dit, jangan-jangan nggak jagain gua beneran ni?"

"Nggak percaya lo Kan, beneran Nai ngga kesini, seriusan?"

Arkan berusaha bangkit dari ranjangnya, tatapnnya meraba tiap sudut rumah sakit. Ya, tak ditemukan jejak Naila sedikitpun di ruangan itu.

"Kenapa Nai ngga kesini ya?"

"Lah lu tanya gua, tanya aja sama Nai?"

"Lu kan tau kita kesini buat jemput Nai, gua jauh-jauh dari Jakarta ke Bali cuma mau jemput Nai."

"Lah lu curhat"

" Ah lu nggak kasian sama temen sendiri"

Tokk ... Tokk ... Tokk ...
Suara ketokan pintu tanpa salam dan sapa.

Tak menunggu waktu lama, pintu itu terbuka dengan sendirinya.

Nampak gadis dengan gamis ungu nan elok dan sepatu khas andalannya Flatshoes coklat melaju masuk ke Ruangan Arkan di rawat.

"Nai ... ?" Mata Arkan penuh binar kebahagiaan, kekasih yang ditunggunya kini datang menjenguknya

Tanpa menunggu perintah, Dito bergegas meninggalkan mereka berdua.

Arkan menatap gadis itu dengan penuh tatapan kerinduan, matanya tertuju pada hijab yang dikenakan Naila, hijab abu tua yang pernah Arkan berikan untuk Naila kini ia kenakan.

"Nai ... Kamu kemana saja? Dito bilang Nai ngga jenguk Arkan benarkah.?"

" Kan ... ada janji yang telah aku buat, tanpa aku sadar."

"Janji?"  Arkan keheranan

"Dan kini kamu selamat, maka aku harus menepati janjiku."

" Apa maksudmu Nai, kita tak pernah membuat janji sebelum ini, Aku ke Bali juga ingin menjemputmu pulang kan?" Arkan semakin linglung

"Aku tukar nyawamu dengan janji."
Nay menghela napas berusaha tenang.

"Maksud kamu apa Nai?"

"Dan kini kamu hidup, artinya aku harus menepati janji?" Naila menunduk tak kuasa menatap wajah Arkan

"Nai, apa yang kamu maksud?"

"Maaf Arkan lupakan aku?"

Naila berlalu dari hadapan Arkan tanpa sempat memberikan penjelasan.

"Nailaaaa ...!?" Teriak Arkan menahan isak tangis dengan pertanyaan yang masih belum terjawabkan.

Dito yang melihat Naila keluar dengan menahan tangisnya segera menghampiri Arkan dan bertanya apa yang terjadi.

"Kan, lo kenapa?" Arkan terdiam menatap jendela.

"Bro, Naila itu kesini yang lu tanyain dari tadi, kenapa tu muka jadi ngenes gitu"

"Aku tak mau bercanda," cetus Arkan

Dito kembali duduk di kursi dengan santapan kacang kulitnya kembali.

"Yaudah deh, kalo ngga mau ceritain."

Arkan duduk di ranjangnya
"Apa yang bisa gua ceritain Dit, Nai kesini cuma bilang dia buat janji, dan katanya gua hidup dari kecelakaan dan dia harus nepati janjinya, janji apa .?"

"Eh ... Nai kenapa aneh banget dia"

"Nai juga bilang suruh gua lupain dia." Arkan berbaring, menarik selimut

"Lu buat salah kali."

"Ngga Dit, kemaren kita ketemu hanya ngobrol sebentar udah dan gua kecelakaan."

" Yaudah besok gua temui Naila, gua tanya kenapa dia gitu sama lu"

"Nggak perlu Dit, gua hargai keputusannya. Naila juga pasti ngelakuin ini ada sebab!"

"Lu pasrah banget"

"Bukan gitu Dit, lu kemasin aja barang-barang gua jika besok gua boleh pulang kita langsung ke Jakarta."

"Eh ... Terus Naila pulangnya gimana"

"Bukan urusanku, terserah Naila aku ikuti saja kemauannya."

Naila terdiam di balik jendela kamar Arkan dirawat, mendengarkan percakapan Dito dan Arkan.

Naila mencengkram dadanya "Dadaku sesak, apa aku bisa melakukan semua ini?" ucapnya menahan tangis.

"Arkan maaf, jika keputusanku salah. Tapi bagaimana dengan janji yang aku katakan waktu itu."

.....
Roda mobil telah berputar mengikuti arah yang selayaknya dituju. Arkan dan Dito memutuskan untuk kembali ke Jakarta tanpa membawa Naila dan hanya meninggalkan sesak di Bali.

Arkan kembali menjalankan rutinitasnya, tanpa Naila, dia berusaha tetap kuat menjalani hari.

"Hari ini kita ambil gambar dimana?"


"Di markas kita pak,?" Jawab Tedi kameramen Tim Arkan


"Oke ... Penyiarnya sudah ada?" Arkan langsung teringat pada Naila, karena Naila memiliki hobi menjadi pembawa acara,
Ia menunuduk, mengambil ranselnya seolah siap untuk menjalankan misinya hari ini.


"Sudah pak." Jawab Tedi berjalan terburu- buru mengikuti Arkan


"Oya ... Bapak kepalanya kenapa, tangannya juga banyak perban?" Tanya Tedi menunjuk setiap luka di tubuh Arkan


"Tidak apa-apa." cetus Arkan

Tim sedang mempersiapkan pengambilan gambar pada reportase kali ini dan Arkan sibuk dengan awan yang ia tatap sedari tadi.
"Pak Arkan?"


"Iya." Arkan menoleh ke arah yang memanggilnya


"Saya Anne pak, presenter tim bapak hari ini."


"Oh iya."


"Bapak kenapa ... Seperti sedang ada masalah.?
"Tidak apa-apa."
"Saya sangat paham perjalanan kisah bapak dengan kak Naila."
"Kenapa kamu bisa kenal Naila." Arkan nampak antusias ingin mendengar jawaban dari Anne


"Naila sahabat dekat saya pak, dan saya tahu jika bapak sedang membutuhkan presenter dalam acara ini dari Naila."
"Apa saja yang Naila katakan padamu"


" Naila mengatakan bahwa dia ada urusan jadi tidak bisa pulang, tetapi  kata Naila saya harus tetap mendaftar untuk menjadi Presenter tim bapak dan selalu membantu bapak, karena ini juga untuk kebutuhan nilai praktikum saya pak."
"Naila masih memperdulikanku." Tatapan Arkan kembali kosong
" Cinta kalian luar biasa pak."
"Maksud kamu.?"

"Pak semuanya sudah siap untuk rekaman.!" Seru Tedi memanggil Arkan dari ruangan pengambilan gambar

Belum sempat Anne menceritakan tentang janji Naila, merekapun berlalu dan mengambil posisi masing-masing.

Setelah mengambil gambar Arkan bergegas membereskan semua peralatan dan segera menemui Anne.

"Dimana Anne." Mata Arkan tertuju ke seluruh ruangan
"Anne sudah pulang pak ia buru-buru, katanya harus segera melaporkan sertifikatnya."
"Lho apakah sudah diberi sertifikat menjadi presenter hari ini?"
"Sudah pak, karena dia sudah menjelaskan memang akan segera pergi setelah acara ini selesai."

Arkan belum sempat mendapatkan jawaban, bahkan semua pertanyaan belum tersampaikan tetapi Anne sudah meninggalkan Jakarta.
......

"Tidak ada pesan." Arkan sesekali membuka Handphone nya berharap ada kabar dari Naila, nampaknya nomernya sudah di blokir oleh Naila.

Hari-hari Arkan berjalan dengan hambar, tanpa senyum tanpa senja yang menjingga di pelapuk matanya.

Kriiingg ... Kriiing ...
Terpampang nomer baru di Handphone Arkan.
Ia langsung menggeserkan jari ke tombol hijau

"Halo pak Arkan."
"Iya ... Ini siapa ya?"
"Saya Anne pak, bapak sore ini bisa ke Bali tidak?"
"Lho kenapa?"
"Saya dimintai wawancara pak, tentang tim bapak?"
"Penting tidak?"
"Penting pak untuk keperluan nilai saya."
"Maaf saya tidak bisa."
Arkan teringat akan kenangan Bali yang membuatnya sesak tak terobati.

Notif pesan berbunyi
"Pak, mohon bantu saya. Jika bapak tidak kesini nilai praktikum saya hancur pak?"

Pesan dari Anne membuat Arkan berfikir dua kali, apakah ia akan kembali pada tempat yang mengingatkannya akan luka. Ataukah ia akan tetap di Jakarta dengan menggores kecewa untuk Anne.

"Saya sudah di pelabuhan, perkuliahanmu sama dengan Naila tidak?"
Pesan Arkan yang masih centang dua abu-abu belum ada respon dari Anne

Kriiinggg ... Kriiinggg ...
Arkan menggeser jempolnya ke tombol hikau
" Wah bapak beneran ke Bali." Ucap Anne dengan kegirangan
"Iya, aku tidak mau mengecewakanmu."
"Iya pak ... Saya satu kampus dengan Naila, saya tunggu di belakang kampus ya pak."
"Baik." Arkan menutup teleponnya

Setelah sampai di Universitas yang di maksud Anne, Arkan bergegas ke taman.

Notif pesan berbunyi
"Pak, saya duduk di kursi hijau samping bunga matahari. Saya memakai kerudung abu-abu"

Tanpa membalasnya Arkan langsung mencari tempat yang di maksud Anne.

Nampak gadis berkerudung abu-abu yang duduk di kursi hijau samping bunga matahari. Arkan perlahan mendekatinya.

"Anne?"
Arkan terkaget, wanita yang ia sapa Anne dan duduk di kursi itu adalah Naila.
"Arkan?" Naila kebingungan
"Kenapa Naila yang disini?"

Dari arah belakang terdengar suara langkah kaki.
Arkan dan Naila secara bersamaan menoleh arah belakang.

"Nai ... maksud aku mendatangkan pak Arkan ke Bali, itu untukmu. Kamu jelasin semuanya jangan buat pak Arkan patah karena ulahmu."

Anne menggenggam kedua tangan Naila
"Ngga bisa An." Naila melepas genggaman Anne dan berpaling

"Nai ... Apa yang kamu mau, ini hidup bukan permainan!?"

"Pak ... Saya ceritakan semuanya. Saat bapak kecelakaam hebat didepan Naila, Naila merasa sangat bersalah dan tanpa sadar saat dia berdoa pada tuhan Naila mengucap janji bahwa jika bapak selamat, Naila berjanji tidak akan menemui bapak lagi. Karena Naila tak sanggup jika kehilangan bapak, tanpa sadar Naila mengucap hal itu."

Langkah Arkan mendekat pada Naila, matanya nampak penuh kekecewaan sekaligus amarah.

"Jadi ini Nay, alasanmu berbicara soal janji waktu itu."

Naila terdiam

"Nay jawab ... Ini bukan janji Nay, yang kamu katakan itu bukan janji hanyalah perkataan tanpa sengaja. Kamu tega Nay tinggalkan aku karena ini."

"Bukan sembarang Janji Arkan, dari dulu aku diajarkan untuk tidak melanggar janji." Jawab Naila

"Lalu apa Nay ... Ini keputusanmu, kamu akan tetap meninggalkanku. Kamu akhiri hubungan kita yang bahkan tidak pernah ada masalah sebelumnya."

Naila menunduk dan terdiam

"Baik ... Jika kamu masih tetap diam, itu tandanya aku harus pergi. Baik, aku akan kembali ke Jakarta dan benar-benar akan melupakanmu."

Arkan berlalu membawa segenggam pilu, pias matanya nampak ragu akn keputusan yang dibuatnya, tapi lagi-lagi Bali membawa kesan sesak yang begitu retak.

"Nay ... apa yang kamu lakukan. Bukannya saat kamu cerita, kamu ngga bisa berpisah sama Arkan. Ayo Nay jangan memikirkan diri sendiri."
Anne berusaha meyakinkan Naila sebelum Arkan semakin berlalu menjauh

Naila berlari mengejar Arkan
"Arkann!?"
Arkan menghentikan langkahnya dan tetap memunggungi Naila tanpa Jawaban.
"Maaf, Nay salah ... Seharusnya Nay tidak terlalu dalam menanggapi hal ini ... Maaf."
Arkan berbalik ke arah Naila
"Lalu?"
"Nai ikut pulang ke Jakarta." Senyum tipis terbias dibibir Naila
Senyum arkan mengusap kepala Naila, seolah ibi benar-benar keputusan yang di tunggunya.

Kini roda berjalan masih pada arah tujuannya. Tetapi ini berbeda, ada bahagia dari Bali. Bukan soal ingkar janji tetapi soal Kemantapan hati.

-------------------------

Batang, 22 Juli 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun