Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Menjaga Kewarasan di Tengah Gempuran AI dan Menyusutnya Lingkaran Pertemanan

30 Desember 2024   13:03 Diperbarui: 31 Desember 2024   08:01 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Semakin sedikitnya teman ketika dewasa membuat AI seperti ChatGPT dijadikan teman curhat | photo by Sanket Mishra from pexels.com

Sudah menjadi rahasia umum bahwa lingkaran pertemanan cenderung menyusut seiring pertambahan usia. Ketika kita masih anak-anak, rasanya berteman itu mudah dan sederhana.

Ketika kita dewasa prioritas hidup berubah. Pekerjaan dan uang menjadi prioritas utama karena hidup itu tidak gratis. Sementara mereka yang sudah menikah, pasangan dan anak pasti akan lebih diprioritaskan ketimbang hubungan pertemanan.

Fenomena jumlah teman yang lebih sedikit ketika dewasa ini didukung oleh penelitian yang dipublikasikan di The Royal Society Publishing. Penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah teman setelah usia 25 tahun dan laki-laki mengalami kehilangan teman lebih cepat dari perempuan. 

Adapun jumlah teman terbanyak terjadi pada masa sekolah dan kuliah. Psikolog klinis Susana E. Flores dalam laman Bustle mengungkapkan bahwa ini adalah hal yang wajar karena pada masa sekolah dan kuliah kita dikelilingi oleh sekelompok orang dengan minat yang sama sehingga kita lebih mudah untuk berteman.

Dengan jumlah teman yang makin sedikit, sedangkan masalah hidup makin pelik, teknologi Artificial Intelligence (AI) berbentuk chatbot, seperti ChatGPT akhirnya menjadi pilihan untuk teman curhat. 

Namun, karena ChatGPT adalah mesin, kelemahannya sebagai teman curhat adalah kita tidak bisa melihat respons, gestur atau ekspresi emosinya saat kita bercerita. ChatGPT mungkin akan memberikan jawaban yang lebih praktikal, tapi kurang sentuhan emosional sehingga tetap terasa "dingin" dan kaku.

Dalam jurnal Health Science Report berjudul ChatGPT and mental health: Friends or foes?, Khondoker Tashya Kalam dkk menyebutkan bahwa meskipun AI seperti ChatGPT cukup bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, ketergantungan pada teknologi ini berpotensi meningkatkan risiko depresi dan masalah kesehatan mental lainnya.

Merebaknya penggunaan chatbot seperti ChatGPT dalam perawatan kesehatan mental juga tidak terlalu banyak membantu. Yang ada justru kekhawatiran mengenai pelanggaran privasi dan data karena pasien biasanya diminta untuk memberikan informasi personal yang sensitif untuk keperluan perawatan dan terapi.

Selain itu, penggunaan software berbasis AI untuk perawatan kesehatan mental belum mempertimbangkan risiko bunuh diri, terutama pada pasien dengan kondisi yang lebih serius. Ketiadaan dukungan emosional dan empati dari orang-orang sekitar justru memperparah kondisi kesehatan mental mereka yang ketergantungan pada AI akibat paparan konten palsu atau berbahaya.

Lalu, bagaimana caranya supaya kita tetap sehat mental di tengah gempuran AI dan makin menyusutnya lingkaran pertemanan?

1. Utamakan kualitas ketimbang kuantitas

Mengutamakan pertemanan yang berkualitas | photo by Belle Co from pexels.com
Mengutamakan pertemanan yang berkualitas | photo by Belle Co from pexels.com
Makin dewasa mestinya membuat kita tidak lagi punya waktu untuk drama-drama pertemanan. Percayalah bahwa kamu berhak untuk hidup lebih tenang, jauh dari drama pertemanan yang tidak penting sehingga kamu bisa fokus untuk mencapai tujuan-tujuan hidupmu.

Pilihlah teman-teman yang lebih low maintenance (teman yang tidak butuh banyak perhatian, yang tetap saling mendukung meski tidak setiap saat harus kumpul-kumpul), bisa dipercaya dan mampu membuatmu berkembang lebih baik. Jangan lupa untuk tetap menjaga silaturahmi dan komunikasi yang baik dengan teman-teman dekat yang memang layak untuk dipertahankan. 

2. Kurangi ketergantungan pada AI untuk bertanya mengenai masalah hidupmu

Teman yang itu-itu aja dan sudah pada sibuk dengan urusan masing-masing membuat kita sering bingung mau curhat pada siapa ketika lagi ada masalah. Akhirnya curhat sama AI menjadi pilihan. Selain tidak menghakimi dan adu nasib, kamu juga bisa mendapatkan jawaban atau solusi secara instan.

Namun, kalau sedikit-sedikit kamu bertanya pada AI, kamu bisa jadi ketergantungan dan itu berpotensi menumpulkan pemikiran dan kreativitasmu.

Saya percaya bahwa manusia itu sudah didesain sedemikian canggih oleh Tuhan dengan diberikan akal budi. Jadi, daripada sedikit-sedikit tanya AI, kenapa tidak coba pakai akalmu dulu untuk memecahkan masalah hidupmu?

Kalau teman yang bisa kamu percaya hanya sedikit, kamu juga bisa mempertimbangkan untuk curhat dengan orangtua, saudara atau pasangan bagi yang sudah menikah. 

3. Cari hobi baru atau aktivitas yang positif dan membuatmu bahagia

Ikut volunteering atau komunitas untuk terhubung dengan orang-orang yang sefrekuensi | photo by ROD Production from pexels
Ikut volunteering atau komunitas untuk terhubung dengan orang-orang yang sefrekuensi | photo by ROD Production from pexels

Kesibukan pekerjaan membuatmu tidak punya banyak waktu untuk olahraga? Bisa lakukan stretching setelah bangun tidur. Tidak usah lama-lama, 5-10 menit cukup. 

Alih-alih naik motor, bisa juga jalan kaki ke tempat-tempat yang dekat, yang jaraknya kurang 1 km.

Untuk mengurangi ketergantungan pada smartphone, selain mengatur screentime, coba lakukan aktivitas lain yang tidak butuh gawai, misalnya journaling, berkebun, melukis, baca buku dan sebagainya.

Kalau tertarik, kamu juga bisa ikut kegiatan volunteering atau bergabung dengan komunitas yang sesuai dengan minatmu. Siapa tahu dengan ikut volunteering atau komunitas kamu bisa mendapat teman baru yang sefrekuensi.

4. Jangan ragu untuk mencari bantuan profesional jika diperlukan

Chatbot seperti ChatGPT memang bisa jadi teman curhatmu. ChatGPT juga bisa jadi tempatmu bertanya banyak hal, termasuk masalah hidup dan kondisi mentalmu. Namun, jangan gampang percaya pada informasi yang diberikan oleh ChatGPT. 

Kalau kamu merasa masalahmu sudah terlalu berat dan kondisi kejiwaanmu tidak baik-baik saja, lebih baik cari bantuan psikolog atau psikiater ketimbang self-diagnose berdasarkan informasi dari ChatGPT. Jadikan saja informasi yang kamu peroleh dari ChatGPT untuk dikonfirmasikan kepada profesional supaya kamu lebih paham terhadap kondisimu. 

5. Jadilah support system dan ruang aman bagi orang-orang di sekitarmu

Tren penggunaan AI sebagai teman curhat sebenarnya bisa jadi bahan refleksi kita, apakah selama ini kita sudah mampu menjadi support system dan memberikan ruang aman bagi orang-orang terdekat untuk curhat? 

Kok bisa mereka lebih percaya AI, jangan-jangan selama ini kalau dicurhatin kita lebih sibuk menghakimi dan adu nasib?

Sudahkah kita menjadi pendengar yang baik dan berempati pada mereka yang berkeluh kesah?

Yuk, introspeksi! 

Penutup

Seasyik-asyiknya curhat sama AI, manusia tetap tidak bisa meninggalkan kodratnya sebagai makhluk sosial. Ketergantungan pada AI, yang diperparah dengan kurangnya interaksi sosial di dunia nyata dan ketiadaan emotional support dari orang-orang sekitar membuat kita lebih rentan mengalami depresi dan berbagai masalah kesehatan mental.

Jumlah teman yang lebih sedikit ketika dewasa juga bukan alasan untuk membenarkan ketergantungan pada AI sebagai tempat curhat. Sebab, AI sejatinya hanya alat untuk mempermudah pekerjaan manusia, bukan satu-satunya solusi atas semua masalah kehidupan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun