Chatbot seperti ChatGPT memang bisa jadi teman curhatmu. ChatGPT juga bisa jadi tempatmu bertanya banyak hal, termasuk masalah hidup dan kondisi mentalmu. Namun, jangan gampang percaya pada informasi yang diberikan oleh ChatGPT.Â
Kalau kamu merasa masalahmu sudah terlalu berat dan kondisi kejiwaanmu tidak baik-baik saja, lebih baik cari bantuan psikolog atau psikiater ketimbang self-diagnose berdasarkan informasi dari ChatGPT. Jadikan saja informasi yang kamu peroleh dari ChatGPT untuk dikonfirmasikan kepada profesional supaya kamu lebih paham terhadap kondisimu.Â
5. Jadilah support system dan ruang aman bagi orang-orang di sekitarmu
Tren penggunaan AI sebagai teman curhat sebenarnya bisa jadi bahan refleksi kita, apakah selama ini kita sudah mampu menjadi support system dan memberikan ruang aman bagi orang-orang terdekat untuk curhat?Â
Kok bisa mereka lebih percaya AI, jangan-jangan selama ini kalau dicurhatin kita lebih sibuk menghakimi dan adu nasib?
Sudahkah kita menjadi pendengar yang baik dan berempati pada mereka yang berkeluh kesah?
Yuk, introspeksi!Â
Penutup
Seasyik-asyiknya curhat sama AI, manusia tetap tidak bisa meninggalkan kodratnya sebagai makhluk sosial. Ketergantungan pada AI, yang diperparah dengan kurangnya interaksi sosial di dunia nyata dan ketiadaan emotional support dari orang-orang sekitar membuat kita lebih rentan mengalami depresi dan berbagai masalah kesehatan mental.
Jumlah teman yang lebih sedikit ketika dewasa juga bukan alasan untuk membenarkan ketergantungan pada AI sebagai tempat curhat. Sebab, AI sejatinya hanya alat untuk mempermudah pekerjaan manusia, bukan satu-satunya solusi atas semua masalah kehidupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H