Setelah kejadian mengejutkan antara suaminya dan Yeong-hye, ia pun harus bolak-balik setiap seminggu sekali untuk menjenguk Yeong-hye yang dirawat di rumah sakit jiwa.
In-hye menjadi satu-satunya keluarga yang masih mau merawat Yeong-hye saat yang lain, bahkan orangtua mereka sudah tidak peduli lagi. Dan In-hye menanggung semua peran serta beban itu sendirian, tanpa dukungan emosional yang cukup dari siapapun.
Bukankah yang In-hye alami sangat dekat dengan kehidupan banyak perempuan di sekitar kita?Â
Sebagian dari mereka yang berani memprotes selalu dianggap tidak bersyukur. Sebagian lainnya hanya bisa diam sambil menyembunyikan kelelahan fisik dan mental mereka.
Lalu, kita akan mengglorifikasi para perempuan yang diam ini. Padahal sebenarnya yang kita glorifikasi adalah luka mereka dan budaya patriarki yang menorehkan luka tersebut.
Kesimpulan
Alih-alih bicara soal vegetarianisme, The Vegetarian justru lebih banyak bicara mengenai daya rusak budaya patriarki dan kekerasan berlapis.Â
Han Kang memang mengambil isu yang dekat dengan kehidupannya sebagai perempuan Korea Selatan. Namun, isu yang ia sorot dalam novelnya sejatinya juga terjadi di banyak tempat, termasuk di Indonesia, dalam tingkatan dan bentuk yang berbeda.
Saya ikut bahagia dan bangga dengan prestasi yang penulis terima. Saya suka caranya menciptakan tokoh-tokoh dengan karakteristik yang tidak hitam-putih; perspektif yang ia tawarkan serta adegan-adegan yang mencekam, menggoda sekaligus menyentuh.
Setelah selesai membaca, saya akhirnya paham mengapa Han Kang dan karyanya ini layak diberi penghargaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H