Perempuan akan dianggap bernilai ketika ia diam, patuh, tidak banyak mengeluh dan tidak lebih menonjol dari laki-laki.Â
Opresi terhadap perempuan selama berabad-abad membuat trauma pada tubuh dan jiwa perempuan menjadi sesuatu yang terus direproduksi dan diwariskan dari generasi ke generasi. Namun, sebrutal apapun patriarki menancapkan taringnya, perempuan selalu punya cara untuk melawan, baik lewat perang terbuka maupun pemberontakan dalam diam.
Sebagai penulis, Han Kang mampu merajut isu sosial-budaya tersebut menjadi jalinan cerita yang disturbing, getir tapi tetap indah. Melalui tokoh Yeong-hye, Han Kang menawarkan perspektif berbeda mengenai vegetarianisme yang bukan dijadikan sebagai tren gaya hidup sehat ala manusia modern perkotaan, melainkan sebagai jalan pemberontakan, pembebasan diri dari bayang-bayang kekerasan dan bentuk protes atas budaya patriarki yang tidak mengizinkan perempuan untuk punya kendali atas tubuhnya.
Tubuh yang Diobjektifikasi dan Dieksploitasi
The Vegetarian ditulis menggunakan tiga sudut pandang yang tersebar dalam tiga bab untuk menceritakan sosok Yeong-hye, berturut-turut dari sudut pandang suaminya, kakak iparnya dan kakak perempuannya. Dari keseluruhan isi cerita, bab kedua inilah yang menurut saya adalah bagian paling disturbing, abu-abu sekaligus menjadi titik balik yang membuat hidup Yeong-hye makin hancur.
Hal itu berawal dari sebuah proyek seni yang dibuat oleh kakak ipar Yeong-hye, suami kakaknya yang berprofesi sebagai seniman. Sang kakak ipar meminta Yeong-hye untuk terlibat dalam pengerjaan proyek seninya.Â
Masalahnya, seiring cerita berjalan, saya merasakan sesuatu yang ambigu dan bertanya-tanya, benarkah proyek seni ini murni merupakan ekspresi artistik sang kakak ipar atau proyek ini hanya akal-akalan untuk memuaskan fantasi seksualnya pada Yeong-hye?Â
Adegan-adegan dalam bab ini mengingatkan saya pada teori male gaze Laura Mulvey. Teori male gaze biasa digunakan dalam film atau video musik, dimana tokoh perempuan dipersepsikan dalam sudut pandang laki-laki heteroseksual sebagai objek seksual yang pasif. Dalam hal ini, perempuan dipandang sebagai "tontonan" alih-alih sebagai individu yang memiliki agensi, sedangkan laki-laki diposisikan sebagai "penonton".
Melalui tokoh kakak ipar Yeong-hye, Han Kang seolah ingin mengatakan pada pembaca bahwa untuk menundukkan tubuh perempuan bisa dilakukan bahkan dengan cara-cara yang tampak tidak berbahaya. Relatable dengan kehidupan di dunia nyata, dimana laki-laki patriarkis sering memanipulasi dan memanfaatkan kelemahan perempuan untuk memuaskan maskulinitasnya yang rapuh.
Beban Ganda Perempuan dalam Keluarga
Han Kang juga mengkritik beban ganda perempuan dengan sangat brilian melalui tokoh Kim In-hye, yang tidak lain adalah kakak sekaligus putri tertua di keluarga Yeong-hye.
Novel yang pernah memenangkan Man Booker International Prize ini menggambarkan sosok In-hye sebagai tipikal perempuan yang sudah berumah tangga.Â
Meski In-hye sudah ikut berkontribusi secara ekonomi dengan menjadi wirausahawan, In-hye juga masih harus memikul beban pekerjaan domestik setelah seharian mengurus toko kosmetik miliknya.Â