Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Memutus Rantai Kekerasan di Dunia Kerja: Penyebab dan Solusinya

19 Oktober 2024   11:31 Diperbarui: 19 Oktober 2024   12:32 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
contoh kekerasan di dunia kerja-karyawan perempuan disalahkan atas kekerasan yang dialaminya-photo by Yan Krukov from pexels

Beban kerja yang tidak manusiawi, kesejahteraan karyawan yang tidak diperhatikan, atasan yang tidak bisa menghargai kinerja karyawan, senioritas adalah penyakit yang umum ditemukan di dunia kerja kita. Belum lagi ditambah dengan karakter buruk, masalah personal dan respon dari masing-masing individu di tempat kerja terhadap suatu masalah atau konflik.

Bayangkan, Anda bekerja di kantor yang lingkungan dan budaya kerjanya toksik. Kemudian Anda punya rekan kerja, senior atau atasan yang narsistik, sedang ada masalah pribadi dengan pasangannya dan sedang dituntut untuk fokus memenuhi target yang tidak realistis dengan deadline super ketat. Kira-kira apa yang Anda rasakan jika berada di lingkungan kerja dengan budaya dan rekan kerja, senior atau atasan yang seperti itu? Kalau saya sih, auto minggat ya.

Hustle Culture

Belum lama ini mencuat kasus Brandoville yang merupakan salah satu contoh konkret kekerasan terhadap pekerja di industri kreatif. Kasus ini ramai diberitakan lantaran munculnya laporan terkait jam kerja yang berlebihan, karyawan tidak diizinkan mengambil cuti dan adanya intimidasi terhadap karyawan.

Para karyawan yang menjadi korban juga melaporkan kekerasan yang dilakukan oleh istri dari CEO Brandoville Studios, Cherry Lai. Mereka dikabarkan mengalami kekerasan yang mencakup kekerasan ekonomi, psikologis dan fisik, seperti memanipulasi mental karyawan untuk menampar diri sendiri, disuruh naik turun tangga 45 kali, memaksa karyawan untuk kerja lembur melewati batas waktu serta karyawan yang diharuskan menanggung sendiri biaya perjalanan dinas dan peralatan kerja.

Apa yang terjadi pada karyawan Brandoville Studios merupakan salah satu akibat dari maraknya fenomena hustle culture. Hustle culture menciptakan ekspektasi bahwa seseorang harus terus bekerja keras dan mengorbankan segalanya (bahkan termasuk kesehatan fisik dan mental, waktu istirahat, waktu bersama keluarga dll) demi meraih kesuksesan.

Konsep hustle culture inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh atasan untuk mengeksploitasi karyawannya. Para karyawan dipaksa bekerja keras melebihi jam kerja normal dan dipaksa lembur tapi tidak dibayar.

Sayangnya, tidak semua karyawan maupun atasan menyadari bahwa konsep bekerja seperti itu termasuk kekerasan karena masih banyak yang menormalisasi dengan dalih loyalitas dan profesionalisme.

Minimnya Perlindungan Bagi Korban

Laporan Hasil Survei Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja 2022 yang dirilis ILO juga menunjukkan betapa minimnya jumlah korban yang melaporkan kekerasan yang dialaminya. Dari 832 responden yang menjadi korban, masih minim yang menempuh jalur formal. 

Hal itu dapat dilihat dari jumlah responden yang melaporkan kepada HRD/manajemen Perusahaan (10,94%), lapor ke lembaga masyarakat/komunitas/lembaga bantuan hukum (3,61%), lapor ke lembaga negara (Komnas HAM, Komnas Perempuan dll) (1,92%) dan lapor ke kepolisian (1,80%).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun