Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengapa Kita Perlu Mengintervensi Kasus KDRT?

5 Januari 2024   10:33 Diperbarui: 5 Januari 2024   14:52 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kekerasan dalam hubungan. Dokter Qory mengalami luka dan trauma akibat KDRT yang dilakukan suaminya, Willy Sulistio (39).(thinkstock/lolostock)

Pertama, KDRT membahayakan keselamatan hidup korban 

Tak sedikit kasus KDRT yang berakhir dengan kematian korbannya. Korban KDRT bukannya tidak berusaha untuk keluar dari hubungan toksik tersebut, tetapi seringkali usahanya diabaikan bahkan digagalkan. 

Masih ingat kasus KDRT yang dialami oleh Mega Suryani Dewi di Cikarang Barat? Sebelum meninggal dibunuh suaminya, Mega pernah membuat laporan ke kepolisian, tetapi lambat ditangani. 

Sekitar tahun 2017 silam, seorang perempuan di Bali bernama Ni Putu Kariani terbaring tak berdaya di rumah sakit setelah kakinya ditebas dengan parang oleh suami sendiri. Apakah sebelum kejadian tersebut, Putu hanya berdiam diri dan pasrah menerima kekerasan sang suami? 

Menurut kabar yang beredar, sebelum kehilangan kakinya, Putu telah berkali-kali menerima penganiayaan, baik kecil maupun besar, selama bertahun-tahun. Sementara pihak keluarga yang mengetahui KDRT itu justru meminta Putu untuk tetap bertahan dengan harapan suaminya akan berubah. 

Intervensi atas kasus KDRT, baik melalui prosedur hukum maupun secara sosial (baca: lewat keluarga, teman atau tetangga yang menyelamatkan korban), setidaknya dapat mencegah hal yang lebih buruk terjadi pada korban. 

Kedua, untuk memberikan perlindungan terhadap kesehatan mental korban 

KDRT tidak hanya meninggalkan luka fisik, tapi juga trauma yang menyesakkan. Selain sang istri, trauma bisa menimpa anak-anak yang sering melihat ibunya disakiti, baik secara verbal, psikis, fisik atau seksual. Bahkan tak menutup kemungkinan kalau anak-anak itu akan ikut jadi korban kekerasan ayahnya. 

Anak-anak yang tumbuh dengan melihat atau mengalami kekerasan, tidak menutup kemungkinan ia akan menjadi pelaku kekerasan ketika dewasa. Mereka juga cenderung menjadi anak yang kurang percaya diri dan memiliki self-esteem rendah. Tentu ini tidak baik bagi perkembangan dan kesehatan mental mereka. 

Nah, intervensi macam apa yang bisa kita lakukan ketika mengetahui ada kasus KDRT di sekitar kita? 

Minimal, kalau ada tetangga atau orang terdekat cerita tentang KDRT yang dialaminya, kita bisa menjadi pendengar yang baik. Tidak menghakimi, tidak sok tahu dan tidak adu nasib. Ingat, tidak semua korban KDRT berani menceritakan kejadian yang dialami pada orang lain. Kalau mereka curhat pada anda, itu artinya dia menaruh kepercayaan pada anda. Tunjukkan pada korban bahwa dengan kehadiran anda, dia tidak perlu takut menghadapi masalahnya sendirian. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun