Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengapa Kita Perlu Mengintervensi Kasus KDRT?

5 Januari 2024   10:33 Diperbarui: 5 Januari 2024   14:52 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kekerasan dalam hubungan. Dokter Qory mengalami luka dan trauma akibat KDRT yang dilakukan suaminya, Willy Sulistio (39).(thinkstock/lolostock)

Menjelang penghujung tahun 2023 lalu, publik dihebohkan dengan berita pembunuhan empat anak oleh ayah kandungnya sendiri di Jagakarsa. Diketahui bahwa sebelum membunuh empat anaknya, pelaku juga melakukan KDRT terhadap istrinya. Kondisi sang istri yang sedang dalam perawatan di rumah sakit rupanya dimanfaatkan oleh pelaku untuk menghilangkan nyawa anak-anaknya. 

Tak hanya terjadi pada orang biasa, KDRT juga menimpa kalangan public figure ternama. Venna Melinda, Lesti Kejora sampai bintang Hollywood sekelas Johnny Depp dan Amber Heard pernah menjadi korban KDRT yang dilakukan oleh pasangan. 

KDRT atau Kekerasan Dalam Rumah Tangga termasuk dalam kategori kekerasan di ranah personal. Menurut Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan tertanggal 7 Maret 2023, KDRT masih mendominasi jumlah pelaporan kasus kekerasan berbasis gender (KBG). Dari 339.782 pengaduan kasus KBG, sebanyak 336.804 kasus merupakan kekerasan di ranah personal. Sementara itu, lembaga nonprofit World Economic Forum mencatat bahwa setiap jam sebanyak enam perempuan tewas di tangan laki-laki. Mayoritas laki-laki tersebut adalah pasangan atau keluarga si perempuan. 

Jumlah kasus yang tercatat saja sedemikian besar, yang tidak tercatat bisa jadi lebih besar lagi. Hal ini dikarenakan KDRT masih sering dianggap tabu dan aib sehingga korban enggan meminta tolong atau melapor ke pihak berwajib. Kondisi ini diperparah dengan adanya ancaman, dibuat ketergantungan pada pelaku sampai takut distigma negatif akibat menyandang status janda. 

KDRT tidak hanya menyasar perempuan. Pasal 2 UU PKDRT menegaskan bahwa ruang lingkup dari undang-undang ini juga mencakup:

1.) suami, istri dan anak;
2.) orang-orang yang memiliki hubungan keluarga, baik karena darah, perkawinan persusuan, pengasuhan dan yang menetap dalam rumah tangga;
3.) orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap di dalam rumah tangga tersebut.
 

memberikan konseling sebagai salah satu solusi intervensi atas kasus KDRT -sumber gambar: Shvets Productions from pexels
memberikan konseling sebagai salah satu solusi intervensi atas kasus KDRT -sumber gambar: Shvets Productions from pexels

Tetangga bahkan anggota keluarga yang mengetahui kasus KDRT ini tak jarang hanya jadi bystander. Tahu tapi bersikap pura-pura tidak tahu karena menganggap bahwa KDRT adalah urusan rumah tangga masing-masing sehingga merasa tidak berhak ikut campur. Padahal anggapan ini keliru dan berbahaya. 

KDRT memang tergolong kekerasan di ranah personal. Namun, mengingat adanya potensi bahaya yang lebih besar, siapapun yang mengetahui seharusnya berhak untuk mengintervensi. 

Pentingnya melaporkan kasus KDRT ini juga didukung oleh Komnas Perempuan untuk mencegah terjadinya KDRT berulang dan berlapis yang berdampak lebih parah. Setidaknya ada dua alasan mengapa intervensi dalam kasus KDRT harus dilakukan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun