Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

"Maryam", Ketika Mempertahankan Iman Membuat Seseorang Terusir dari Rumahnya

22 Desember 2023   13:25 Diperbarui: 22 Desember 2023   14:13 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar sampul depan novel "Maryam"-sumber gambar: ingoldlife.com

Institusi pendidikan yang seharusnya dapat menjadi wadah untuk menyemai bibit-bibit toleransi, ternyata malah menumbuhkan sikap diskriminatif dan kebencian. Hal itu tampak ketika adik Maryam, Fatimah, yang masih SMA, mendapat nilai 5 di rapor pada mata pelajaran agama. 

Sang ayah yang mengetahuinya, marah besar dan tidak terima. Ia pun mendatangi sekolah dan minta penjelasan. Ayahnya semakin kecewa ketika tahu bahwa alasan Fatimah diberi nilai merah hanya karena dia seorang Ahmadi. 

Kebencian terhadap kelompok Ahmadiyah ini sampai-sampai membuat keluarga Maryam tidak dapat melaksanakan wasiat sang ayah untuk menguburkannya di Gerupuk. Warga menolak lantaran tidak sudi kalau tanah pemakaman itu dipakai untuk menguburkan jenazah orang sesat. 

Keimanan Itu Personal

Membaca novel ini mengingatkan saya pada salah satu video di kanal YouTube Narasi Newsroom yang meliput kehidupan jemaah Ahmadiyah di pengungsian transito, NTB. Salah satu narasumber yang diwawancarai, Syahidin, menceritakan bagaimana dirinya yang terusir dan rumahnya yang sudah delapan kali dirusak, dibakar serta diratakan. Mirip kan, dengan kondisi keluarga Maryam yang terusir dari rumah dan kampungnya? 

Kondisi transito yang kini ditempatinya bersama pengungsi Ahmadiyah lainnya sudah tidak layak. Sementara janji untuk memindahkan mereka ke tempat yang lebih layak hanya jadi wacana. 

Ada pemikiran pada diri mereka yang melakukan persekusi bahwa kelompok yang dinilai sesat ini halal untuk dibunuh. Lengkap dengan propaganda dan imajinasi yang dibangun bahwa kalau kelompok-kelompok itu dibiarkan akan menyesatkan lebih banyak orang. Mungkin mereka lupa pada pesan Al-Quran yang menyuruh kita untuk berlaku adil meskipun kita tidak menyukai orang atau kelompok yang bersangkutan (Al-Maidah ayat 8). 

Lagipula, siapa yang mampu menilai dengan akurat bahwa seseorang beriman atau sesat? Keimanan adalah sesuatu yang sangat personal. Manusia tidak punya instrumen secanggih itu untuk menilai kualitas keimanan seseorang. Bahkan kepada dirinya sendiri, seseorang tidak bisa menjamin bahwa keimanannya akan selalu baik-baik saja. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun