Tak hanya itu, jaksa juga memasukkan Pasal 335 ayat 1 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan untuk memberatkan dakwaannya.
Selain tidak mendidik, hukuman cukur rambut ternyata bisa menimbulkan dampak psikologis pada siswa. Hal itu pernah terjadi tahun lalu pada seorang anak SD yang mengalami trauma dan demam lantaran rambutnya dipotong berantakan oleh gurunya.
Kejadian tersebut kemudian menjadi viral setelah sang ibu melalui akun TikTok @reva,juliany mengunggah video yang menceritakan kalau anaknya yang biasa pulang pukul 15.00 pulang lebih awal dalam kondisi sakit dan rambut yang dipotong berantakan.
Kejadian lainnya juga dialami oleh sekitar 20 murid kelas 3, 4 dan 5 SD di Banyuwangi, Jawa Timur yang diberikan hukuman cukur rambut oleh guru olahraga ekstrakurikuler pencak silat karena rambut mereka dianggap kurang pendek.
Gara-gara hukuman cukur rambut, anak-anak itu pulang dengan rambut cepak tak beraturan. Bahkan ada yang mengalami luka gores pada kepalanya. Akibat kejadian itu, mereka merasa malu untuk pergi ke sekolah keesokan harinya.
Hukuman Cukur Rambut Berawal dari Era Orde Baru
Stigma rambut gondrong yang dilekatkan dengan pelaku kriminal terbentuk pada masa Orde Baru. Saat itu, razia rambut gondrong terjadi di berbagai tempat seperti jalan raya, sekolah hingga kantor pemerintah. Bahkan, orang yang berambut gondrong tidak akan dilayani di kepolisian ketika akan mengurus SIM, izin pertunjukan, izin rapat atau surat keterangan bebas G30S/PKI.
Stigma rambut gondrong pun dipertebal melalui framing pemberitaan di surat kabar. Kata-kata berunsur kriminal seperti merampok, memerkosa, memeras hingga pecandu narkoba lebih sering dilekatkan dengan rambut gondrong ketimbang ciri-ciri lain seperti botak, gundul atau cepak.
Saking alerginya rezim Orde Baru dengan rambut gondrong, pada tahun 1970-an, aparat negara sampai diterjunkan ke pinggir jalan Jakarta untuk mengguntingi rambut gondrong karena dianggap bertentangan dengan norma-norma umum.
Sayangnya, perubahan zaman tidak sepenuhnya mengubah aturan-aturan otoriter pada masa lalu. Kalau dibilang bahwa hukuman model begitu sudah ketinggalan zaman, pasti ada saya yang akan membantah dengan bilang, "Dulu zaman saya sekolah juga begitu."
Zaman Berubah, Cara Mendidik juga Harus Berubah