Di Jerman, seseorang yang terbukti korupsi wajib mengembalikan seluruh uang yang dikorupsi dan mendekam selama kira-kira 5 tahun di penjara.Â
Jepang, meski tidak memiliki undang-undang khusus mengenai korupsi, pelaku akan diganjar hukuman 7 tahun penjara. Namun, karena budaya malu orang Jepang yang tinggi, pejabat yang korupsi akan memilih bunuh diri ketimbang menanggung aib.Â
Bicara tentang hukuman atas tindak pidana korupsi, kurang lengkap rasanya kalau tidak menyebut nama Tiongkok. Negeri tirai bambu itu menerapkan hukuman mati pada mereka yang terbukti merugikan negara lebih dari 100.000 yuan atau setara Rp 215 juta. Hal ini membuat Tiongkok menjadi salah satu negara dengan hukuman paling keras pada koruptor.Â
Ini baru satu hal, tentang korupsi. Belum hukuman atas kejahatan yang lain.Â
Penegakan hukum yang tegas dan tidak pandang bulu akan menciptakan kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan teratur. Ditambah lagi dengan budaya disiplin yang sudah mengakar dalam diri setiap masyarakatnya.Â
Bagaimana dengan Indonesia? Kita semua tentu sudah tahu jawabannya.Â
Wasana KataÂ
Tudingan tidak nasionalis pada mereka ini membuat saya berpikir, apa sih makna nasionalisme yang sebenarnya?Â
Benarkah nasionalisme perlu dibatasi oleh sesuatu yang bersifat fisik dan serba murni seperti status kewarganegaraan, tempat tinggal dan kerja, makanan yang dimakan, pakaian yang dikenakan atau bahasa yang sehari-hari digunakan?Â
Kutipan Presiden Kennedy yang saya tulis di awal artikel ini justru terasa miris ketika dihadapkan pada kenyataan bahwa di suatu negara, masih banyak orang yang kesulitan mengakses hak-hak dasarnya. Sementara pembangunan yang dijalankan malah merampas ruang hidup mereka.Â
Ibarat orang pacaran, kalau kamu ingin dia bertahan, kamu harus buktikan kalau kamu memang layak dipertahankan. Ketika kamu memaksa dia untuk tetap setia, tapi kamu toksik dan janji untuk berubah tidak ditepati, wajar dong, kalau suatu saat dia meninggalkanmu.Â