Kedua, menahan jari untuk tidak flexing (pamer) dan humble bragging (merendah untuk meninggi)
Rasanya cukup sulit membandingkan antara fungsi media sosial sebagai ruang penjenamaan diri (personal branding) dengan ruang pamer.Â
Sifat dunia maya yang cair kadang membuat sesuatu menjadi kabur sehingga tidak jelas antara yang benar dan salah; baik dan buruk; fakta dan opini; fakta dan fitnah; personal branding dan pamer; humble betulan dan humble bragging.Â
Konten-konten flexing dan humble bragging seringkali memancing cibiran dan rasa dengki warganet. Namun anehnya, konten-konten seperti ini banyak juga yang suka.Â
Kontrol atas hal-hal tersebut ada pada diri kita. Kita sendiri yang harus peka apakah sesuatu yang mau kita unggah itu baik, benar dan bermanfaat atau sebaliknya.Â
Ketiga, menjaga pikiran dan hati untuk tidak berprasangka buruk kepada orang lain
Medsos dengan beragam konten, warganet dan huru-haranya, kadang bisa membuat kita tidak suka pada seseorang hanya karena unggahan atau aktivitasnya di medsos.Â
Kita tidak kenal, tidak pernah berinteraksi atau dekat di dunia nyata dengan orang tersebut, tapi kita merasa benci oleh sesuatu yang tidak jelas sebabnya. Dan semua itu cuma gara-gara satu dua unggahan yang bisa jadi kita salah paham dalam menafsirkan maksud serta tujuan orang tersebut.Â
Ada orang mengunggah foto-foto liburan, nongkrong di kedai kopi kekinian, wisuda, pencapaian karir, pernikahan, dianggap lagi pamer. Padahal kita tidak tahu kalau di balik foto-foto tersebut bisa jadi ada perjuangan menyelesaikan skripsi yang berdarah-darah; kerja keras sampai lembur bagai kuda dan kerja sampingan di mana-mana; melalui patah hati berkali-kali dan ditinggal nikah pas lagi sayang-sayangnya; sudah lebih dulu menyisihkan gaji untuk orangtua di kampung, zakat, infaq dan sedekah.Â
Kita tidak bisa menilai niat dalam hati orang yang mengunggah. Namun, kita bisa kan, menjaga hati dan pikiran kita untuk tidak mudah berprasangka buruk pada orang itu?
Â