Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal Feminisme Kulit Putih yang Elitis, Eksklusif dan Barat Sentris

13 Januari 2023   04:30 Diperbarui: 13 Januari 2023   04:44 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejarah munculnya feminisme kulit putih hampir setua umur ideologi dan gerakan feminisme itu sendiri. Ia muncul bersamaan dengan lahirnya feminisme gelombang pertama tahun 1792 di Inggris yang diperkenalkan oleh Mary Wollstonecraft melalui karya tulis berjudul The Vindication of The Rights of Women. 

Lewat karyanya itu, Mary menekankan pentingnya memberikan pendidikan yang setara pada perempuan agar mereka tidak menjadi terbelakang. 

Tokoh lainnya yang meneruskan perjuangan feminisme gelombang pertama adalah Harriet dan John Stuart Mill yang menyuarakan kesempatan bekerja dan hak perempuan dalam hubungan pernikahan. 

Sementara di Amerika Serikat, feminisme gelombang pertama ditandai dengan diterbitkannya Amandemen Kesembilan Belas Konstitusi Amerika Serikat tahun 1920. Undang-undang inilah yang kemudian menjadi tonggak adanya hak politik bagi kaum perempuan. 

Namun, feminisme gelombang pertama ini lahir dari gagasan perempuan kulit putih dan peruntukannya juga masih terbatas bagi sesama perempuan kulit putih saja. Selain itu, gagasan ini juga lebih banyak menyasar kaum perempuan kelas menengah. Dalam perkembangannya, feminisme kulit putih ini kerap menuai kritik karena terkesan elitis, eksklusif dan Barat sentris.   

Seperti Apa Bentuk-bentuk Feminisme Kulit Putih? 

Penulis dan aktivis kulit hitam Amerika Serikat, Rachel Elizabeth Cargle mengunggah dan memantik diskusi di akun instagramnya mengenai kematian gadis remaja kulit hitam, Nia Wilson pada 2018 silam. 

Gadis berusia 18 tahun itu bersama dua saudaranya, Letifah dan Tashiya, diserang dengan senjata tajam oleh laki-laki kulit putih, John Cowell di Bay Area Rapid Transit (BART) di Stasiun MacArthur, Oakland, California. 

Akibat insiden tersebut, keluarga berduka dan banyak orang bersimpati serta menuntut keadilan atas kematian gadis malang itu. 

Unggahan Rachel tersebut menuai banyak komentar dari warganet. Tak sedikit dari komentar tersebut yang meminta para feminis kulit putih untuk turut menyuarakan keadilan atas kematian Nia sebagaimana yang dilakukan oleh para feminis kulit hitam. 

Banyak feminis kulit putih yang melakukannya, tapi banyak juga yang tersinggung dan menganggap panggilan solidaritas ini sebagai serangan personal atas diri mereka. 

Alih-alih segera bergerak, mereka malah bersikap defensif dan mengemis pengakuan atas kebaikan-kebaikan yang pernah dilakukan pada orang-orang kulit hitam di masa lalu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun