Menurut Anda, perempuan berdaya itu seperti apa?Â
Apakah yang dimaksud adalah perempuan yang menjabat sebagai CEO di sebuah perusahaan yang mayoritas pekerja dan petingginya laki-laki? Atau perempuan dengan kehidupan sempurna, baik dalam hal pendidikan, karier, keuangan, kesehatan, pertemanan dan asmara?Â
Saya tidak menampik bahwa perempuan dengan deskripsi di atas selama ini memang dianggap sebagai representasi dari perempuan berdaya. Pencapaian mereka sering di-branding sebagai "feminisme".Â
Dari sinilah, kita kemudian mengenal istilah "girl boss". Suatu istilah yang belakangan sering diagung-agungkan para perempuan yang melabeli dirinya sebagai "feminis".Â
Awal kemunculan istilah girl boss terjadi pada tahun 2014 melalui karya pebisnis perempuan, Sophia Amoruso, memoir #Girlboss.Â
Saat menggunakan istilah ini, Amoruso menekankan bahwa kunci sukses bagi perempuan adalah dengan kerja keras sampai pada posisi atas---yang sekarang juga dikenal sebagai hustle culture.Â
Saya sepakat bahwa kerja keras, kerja cerdas atau apapun Anda menyebutnya, itu penting kalau kita ingin sukses.Â
Namun, mengglorifikasi kerja keras (baca:Â hustle culture) dan mengabaikan masalah-masalah struktural dan kultural yang menghambat kesuksesan seseorang atau suatu kelompok, sama saja dengan egois dan tidak sensitif. Hal ini akhirnya menciptakan jarak yang sangat lebar antara feminisme dengan masyarakat akar rumput.Â
Nah, fenomena gembar-gembor istilah girl boss ini merupakan salah satu contoh dari white feminism atau feminisme kulit putih.Â
Apa Itu Feminisme Kulit Putih?
Feminisme kulit putih adalah gerakan feminisme yang hanya fokus pada hak-hak perempuan kulit putih, cis-heteroseksual, kelas menengah ke atas, able bodied tapi abai pada berbagai bentuk penindasan yang dihadapi oleh perempuan kelompok etnis, agama, identitas gender, orientasi seksual minoritas dan yang tidak memiliki hak istimewa lainnya.