Langkah awal yang perlu dilakukan sebelum menulis adalah membuat kerangka tulisan. Tujuannya agar tulisan kita tidak melebar kemana-mana alias fokus pada topik. Pada tahap ini, kita juga perlu melakukan riset.Â
Kedua, memiliki paragraf pembuka yang baikÂ
Bisakah Anda bayangkan, bagaimana para juri kompetisi menulis novel menilai karya peserta yang jumlahnya ratusan dengan banyak halaman? Apakah dibaca dari awal sampai akhir?Â
Tentu saja tidak. Mana mungkin juri punya waktu se-selo itu melototin lembar demi lembar karya peserta.Â
Untuk menghemat waktu dan tenaga, mereka akan menilainya dari paragraf pembuka (lead) terlebih dulu. Kalau paragraf pembuka saja sudah gagal menarik perhatian, jangan harap juri akan membaca bagian lainnya.Â
Ibarat orang kenalan, kesan pertama adalah koentji. Sebegitu pentingnya paragraf pembuka sehingga ia menjadi penentu apakah pembaca tertarik untuk menamatkan atau malah ngacir duluan.Â
Ketiga, tunjukkan emosiÂ
Tulisan fiksi sudah pasti akan bermain-main dengan emosi. Sementara menunjukkan emosi secara terbuka dalam tulisan non fiksi dimaksudkan agar tulisan tidak kaku, kering dan hambar. Oleh karena itu, Dee mengungkapkan pentingnya penulis non fiksi untuk bisa mendeskripsikan emosi dalam bingkai adegan.Â
Misalnya, ketika ingin menulis tentang sulitnya masyarakat di daerah A memperoleh air bersih. Alih-alih langsung membeberkan data di paragraf pembuka, Dee mencontohkan untuk membukanya dengan deskripsi seorang anak kecil yang harus berjalan kaki berkilo meter jauhnya sambil mengangkut ember-ember berisi air yang cukup besar untuk ukuran tubuhnya.Â
Alih-alih hanya menuliskan kata 'sedih', tuliskan saja deskripsi yang menggambarkan kalau si tokoh sedang sedih. Misalnya, 'ia terdiam, memalingkan muka, sekuat tenaga menahan agar air matanya tidak tumpah'.Â
Keempat, variasi kalimatÂ