Menurut Anda, menulis itu mudah atau susah?Â
Ada dua jawaban untuk pertanyaan di atas.Â
Menulis itu mudah kalau sekadar mengarang bebas. Menulis bagus dan berkualitas itulah yang susah.Â
Begitulah kurang lebih yang disampaikan oleh Dee Lestari dalam "Webinar Mettasik: Dee Lestari Berbagi Tips Menulis Populer" pada Senin (21/11/2022) lalu.Â
Penilaian bagus tidaknya suatu tulisan, sebetulnya bisa bersifat subjektif. Setiap orang bisa punya pandangannya masing-masing. Namun, setidaknya tulisan yang bagus memenuhi dua kriteria, yaitu memikat atensi dan mengikat kepedulian pembaca.Â
Maksudnya, tulisan harus dapat menunjukkan keberpihakan pada tokoh dan membuat pembaca betah menghabiskan bacaan.Â
Anda pasti pernah kan, saking asyiknya menikmati suatu tulisan tahu-tahu sudah tamat saja? Anda juga pernah kan, baru membaca satu dua halaman atau beberapa paragraf awal tapi rasanya ngantuk dan bosan? Nah, kurang lebih seperti itulah gambaran tulisan yang bagus dan tidak.Â
Dalam acara yang dipandu oleh Kompasianer Acek Rudy ini, Dee Lestari berbagi kiat-kiat menghidupkan tulisan sebagai berikut.Â
Pertama, rencanakan dan petakan ide yang akan ditulis
Langkah awal yang perlu dilakukan sebelum menulis adalah membuat kerangka tulisan. Tujuannya agar tulisan kita tidak melebar kemana-mana alias fokus pada topik. Pada tahap ini, kita juga perlu melakukan riset.Â
Kedua, memiliki paragraf pembuka yang baikÂ
Bisakah Anda bayangkan, bagaimana para juri kompetisi menulis novel menilai karya peserta yang jumlahnya ratusan dengan banyak halaman? Apakah dibaca dari awal sampai akhir?Â
Tentu saja tidak. Mana mungkin juri punya waktu se-selo itu melototin lembar demi lembar karya peserta.Â
Untuk menghemat waktu dan tenaga, mereka akan menilainya dari paragraf pembuka (lead) terlebih dulu. Kalau paragraf pembuka saja sudah gagal menarik perhatian, jangan harap juri akan membaca bagian lainnya.Â
Ibarat orang kenalan, kesan pertama adalah koentji. Sebegitu pentingnya paragraf pembuka sehingga ia menjadi penentu apakah pembaca tertarik untuk menamatkan atau malah ngacir duluan.Â
Ketiga, tunjukkan emosiÂ
Tulisan fiksi sudah pasti akan bermain-main dengan emosi. Sementara menunjukkan emosi secara terbuka dalam tulisan non fiksi dimaksudkan agar tulisan tidak kaku, kering dan hambar. Oleh karena itu, Dee mengungkapkan pentingnya penulis non fiksi untuk bisa mendeskripsikan emosi dalam bingkai adegan.Â
Misalnya, ketika ingin menulis tentang sulitnya masyarakat di daerah A memperoleh air bersih. Alih-alih langsung membeberkan data di paragraf pembuka, Dee mencontohkan untuk membukanya dengan deskripsi seorang anak kecil yang harus berjalan kaki berkilo meter jauhnya sambil mengangkut ember-ember berisi air yang cukup besar untuk ukuran tubuhnya.Â
Alih-alih hanya menuliskan kata 'sedih', tuliskan saja deskripsi yang menggambarkan kalau si tokoh sedang sedih. Misalnya, 'ia terdiam, memalingkan muka, sekuat tenaga menahan agar air matanya tidak tumpah'.Â
Keempat, variasi kalimatÂ
Bagi penulis, kata adalah peluru. Penting bagi penulis untuk punya perbendaharaan kata yang luas sehingga diksi yang dipakai tidak itu-itu saja.Â
Susunan kalimat yang digunakan juga harus bervariasi. Jangan hanya menggunakan kalimat berpola S-P-O-K.Â
Penulis bisa menggunakan kalimat pendek, kalimat panjang, kalimat majemuk bertingkat, kalimat langsung, kalimat tidak langsung dan sebagainya.Â
Kelima, awasi repetisiÂ
Menggunakan kata atau susunan kalimat yang berpola sama terus-menerus akan membuat pembaca bosan. Penulis perlu menggunakan variasi kalimat agar tulisan jadi lebih menarik.Â
Setelah mengetahui cara membuat tulisan yang baik, kita juga perlu tahu cara menjadi penulis yang baik.Â
Menurut penulis novel seri Supernova ini, untuk menjadi penulis yang baik juga perlu menjadi pengamat yang baik. Kemudian rajin-rajinlah menabung ide.Â
Ketika terlintas satu kalimat di benak Anda, catatlah, entah di buku catatan, notes HP atau direkam. Itulah ide yang datang pada Anda sehingga harus segera ditangkap.Â
Tak perlu buru-buru mengeksekusinya langsung menjadi satu tulisan utuh. Simpanlah dulu agar nanti dapat dipilih dan dipilah mana ide yang layak ditulis.Â
Uniknya si ide ini adalah ketika kita mencarinya, sampai harus menyepi di gunung, di pantai atau tempat-tempat tertentu, ide seringkali tidak datang. Ide justru kerap datang di tempat dan waktu yang tak terduga, seperti saat sedang mandi, berkendara dan sebagainya.Â
Makanya, penulis harus peka kapan ide itu datang. Jika tidak segera ditangkap, ide itu akan pergi dan bisa-bisa ditangkap oleh orang lain.Â
Penulis yang baik juga seorang pencerita yang tekun. Ia tidak mudah gonta-ganti ide. Prinsipnya adalah kejar kata tamat sebanyak mungkin.Â
Tak lupa Dee menyemangati dan mengajak peserta webinar untuk menulis hal-hal yang dekat dan diketahui. Tulislah apa yang ingin kita baca. Sebagaimana Dee yang waktu itu menginginkan ada novel fiksi ilmiah yang ada unsur spiritualitasnya, kemudian ada romansanya sehingga terciptalah Novel Supernova.Â
Semoga bermanfaat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H