Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Ada Banyak Fakultas Kedokteran, Kok Jumlah Dokter Spesialis Masih Kurang?

26 Oktober 2022   15:53 Diperbarui: 29 Oktober 2022   04:35 1466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi dokter yang sedang melakukan operasi-photo by Vidal Balielo from pexels

Selain sandang, pangan dan papan, kesehatan juga termasuk kebutuhan dan hak dasar setiap masyarakat yang seharusnya dapat dipenuhi dan dijamin oleh negara. Oleh karena itu, untuk mendukung sistem layanan kesehatan nasional yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat, ketersediaan sarana dan prasarana serta tenaga kesehatan sangat krusial.

Mengutip dari katadata.com, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa kebutuhan dokter di Indonesia masih di bawah standar yang ditetapkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 1 dokter per 1.000 penduduk. 

Dengan jumlah penduduk mencapai 270 juta jiwa, kebutuhan dokter di Indonesia seharusnya sekitar 270 ribu. Namun, baru tersedia 140 ribu saja.

Sementara itu, data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI tahun per 2021 yang dikutip dataindonesia.id mencatat jumlah dokter spesialis di Indonesia ada 41.891 orang. Keberadaannya pun cenderung terpusat di Pulau Jawa, terutama di kota-kota besar.

Pada tahun 2020, jumlah dokter spesialis di rumah sakit (RS) di DKI Jakarta ada 6.775 orang dan merupakan yang terbanyak dibandingkan provinsi lainnya. Baru berikutnya disusul oleh Jawa Barat dengan 5.711 dokter spesialis di urutan kedua dan Jawa Timur dengan 5.554 dokter spesialis di urutan ketiga.

Kondisi tersebut begitu timpang di tiga provinsi dengan jumlah dokter spesialis paling sedikit, yaitu di Sulawesi Barat dengan 102 dokter spesialis dan Maluku Utara serta Papua Barat dengan jumlah masing-masing 94 dokter spesialis.

Dengan jumlah lulusan dokter yang berjumlah 12 ribu per tahun, Indonesia membutuhkan setidaknya 10 tahun lagi untuk dapat memenuhi standar WHO.

Padahal jumlah penduduk terus bertambah dan kemungkinan akan munculnya penyakit-penyakit baru di kemudian hari, otomatis membuat kebutuhan akan ketersediaan dokter, terutama dokter spesialis ikut bertambah.

Terlebih lagi, di Indonesia yang merupakan negara tropis, ketersediaan dokter spesialis penyakit tropik begitu penting. Begitu pula dengan dokter spesialis penyakit jantung dan kardiovaskular, di mana penyakit ini menduduki peringkat pertama dan penyebab kematian paling tinggi di Indonesia.

Akibat minimnya jumlah dokter spesialis dan persebarannya yang tidak merata, masyarakat Indonesia yang ber-uang lebih memilih berobat ke luar negeri, seperti Singapura, Malaysia atau Jepang. Hal ini memberikan keuntungan berupa devisa bagi negara tersebut sebesar US$ 6 miliar atau setara Rp 100 triliun per tahun.

Kira-kira kenapa ya kita masih kekurangan dokter spesialis? Bukankah jumlah fakultas kedokteran di Indonesia ada banyak?

Dikutip dari merdeka.com, dari 86 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) peserta SBMPTN pada tahun 2022, hanya 39 kampus yang memiliki fakultas kedokteran dengan total daya tampung sebnyak 2.324 mahasiswa.

Ini baru yang PTN. Belum ditambah fakultas kedokteran yang ada di Perguruan Tinggi Swasta (PTS) seluruh Indonesia yang kalau ditotal bisa mencapai 89 kampus. Entah berapa jadinya total daya tampung mahasiswa kedokteran kalau digabung dengan kampus swasta.

Di Yogyakarta, PTS yang punya fakultas kedokteran seperti Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Universitas Islam Indonesia (UII) dan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW). Di Jakarta ada Universitas Trisakti, Universitas Tarumanegara (Untar) dan Universitas Yarsi. Di Tangerang ada Universitas Pelita Harapan (UPH). Di Bandung ada Universitas Kristen Maranatha. Belum PTS di daerah lainnya. 

Namun, perlu diingat bahwa peminat fakultas kedokteran yang selalu banyak setiap tahunnya tidak mungkin bisa ditampung semua.  

Pada SBMPTN 2021 saja, jumlah peminat fakultas kedokteran mencapai 63.297 orang. Itu artinya, persaingan untuk memperebutkan bangku fakultas kedokteran di 39 PTN rata-rata 1:27, dengan asumsi jumlah daya tampung tetap.

PTN-PTN favorit, seperti Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Indonesia (UI), persaingannya lebih ketat lagi.

Pada SBMPTN 2021, peminat fakultas kedokteran UGM mencapai 3.666 orang sedangkan daya tampungnya hanya 53. Dengan demikian, perbandingannya 1:70. Itu artinya, 1 kursi di fakultas kedokteran UGM diperebutkan oleh sekitar 70 orang. Ketat sekali bukan persaingannya?

Sementara di UI, ada 2.750 peminat dengan daya tampung 54. Perbandingannya 1:50.

Perbandingan antara peminat dan daya tampung paling rendah ada di Universitas Negeri Gorontalo, dengan jumlah peminat 343 orang dan daya tampung 20. Perbandingannya 1:17. 

Kemudian ada Universitas Khairun, Maluku Utara dengan jumlah peminat 241 orang dan daya tampung 20 sehingga perbandingannya 1:12.

Mereka yang tidak diterima di PTN, masih bisa mencoba ikut tes di PTS. Namun, biaya kuliah kedokteran di PTS lebih mahal dan tidak semua orang mampu membayarnya.

Nah, masalahnya lagi, belum semua fakultas kedokteran yang ada di kampus-kampus di Indonesia memenuhi standar ketersediaan tenaga pendidik, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Tanpa didukung dengan fasilitas dan SDM pendidik yang memadai, bagaimana bisa menghasilkan dokter-dokter yang cerdas dan kompeten?

Kalau mau melanjutkan ke pendidikan spesialis, tentu butuh biaya lagi yang tidak sedikit. Untuk pendidikan spesialis, biayanya bervariasi tergantung spesialisasi dan universitas yang dipilih.

Masalah biaya pendidikan spesialis yang mahal sebetulnya bisa diatasi dengan mengikuti program beasiswa, misalnya program bantuan pendidikan dokter spesialis dan sub spesialis, program partial funding dokter spesialis, PPDS/PPDGS Papua dan Papua Barat dan program bantuan pendidikan afirmasi dokter yang diberikan oleh Kemenkes RI sejak 2008.

Bisa juga mengikuti program beasiswa LPDP untuk pendidikan dokter spesialis atau Beasiswa Daerah Afirmasi dan Beasiswa Putra Putri Papua yang ditujukan kepada saudara-saudara kita dari daerah Indonesia Timur.

Penutup

Minimnya jumlah dokter spesialis akan berdampak pada pelayanan kesehatan, terutama untuk penyakit-penyakit serius, seperti jantung, kanker dan penyakit-penyakit langka yang tidak bisa kalau hanya ditangani oleh dokter umum. 

Mencetak SDM dokter yang kompeten tentu butuh fasilitas yang memadai, tenaga pendidik yang berkualitas bahkan bantuan berupa program beasiswa bagi para dokter yang ingin meningkatkan kompetensinya di bidang kedokteran maupun yang potensial tapi kesulitan finansial untuk meneruskan pendidikannya.

Referensi: 1, 2, 3, 4

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun