Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Melindungi Masa Depan Anak dengan Memutus Lingkaran "Inherited Trauma"

25 Juli 2022   17:13 Diperbarui: 26 Juli 2022   08:45 930
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
mengajak anak bermain dan memberikan sentuhan fisik untuk membangun ikatan emosional-photo by elina fairytale from pexels

Sementara bagi anak yang lebih dewasa bisa diajak berdiskusi secara terbuka tentang pengalaman traumatik orangtua dan bagaimana mengatasinya. Sebagai anak yang telah dewasa, mereka juga bisa belajar untuk memahami dan berempati atas trauma yang dialami oleh orangtuanya. 

mengajak anak bermain dan memberikan sentuhan fisik untuk membangun ikatan emosional-photo by elina fairytale from pexels
mengajak anak bermain dan memberikan sentuhan fisik untuk membangun ikatan emosional-photo by elina fairytale from pexels

Wasana Kata

Konsep inherited trauma telah diperkenalkan sejak lama dan penelitian tentangnya masih terus dikembangkan, terutama dalam bidang psikologi dan psikiatri. 

Anak yang diwarisi trauma oleh orangtuanya dapat mengalami sejumlah masalah, seperti rasa percaya diri rendah, trust issue yang besar, sikap masa bodoh, kecemasan, memiliki kewaspadaan dan ketakutan berlebihan dan sebagainya. Tanpa keterbukaan dan kesediaan untuk berdamai dengan masa lalu, lingkaran trauma ini akan sulit terputus sehingga dapat mengorbankan lebih banyak anak di masa depan. 

Anak tidak pernah minta dilahirkan. Namun, haruskah kita menjadikan mereka sebagai "tumbal generasi" dan menanggung luka-luka masa lalu kita? 

Saya pikir ini sekaligus menjadi peringatan bahwa punya anak itu harus siap banyak hal (baca: fisik, finansial, ilmu, mental dan spiritual), bukan hanya untuk memenuhi ekspektasi keluarga besar maupun masyarakat. 

Referensi: 1, 2, 3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun