Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Membaca dan Memahami Kartini dari Berbagai Sudut Pandang

21 April 2022   13:42 Diperbarui: 21 April 2022   20:09 1897
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kartini adalah perempuan dengan pedalaman pikiran dan batin yang kompleks. 

Itu kesan yang saya tangkap setelah membaca surat-suratnya yang terangkum dalam buku berjudul Emansipasi, Surat-surat kepada Bangsanya 1899-1904 (2018) yang diterjemahkan oleh Sulastin Sutrisno.

Kartini kerap mengkritisi adat-istiadat Jawa tapi akhirnya ia takluk jua.

Saat cita-citanya untuk sekolah di negeri Belanda bersama adiknya, Roekmini, dikabulkan, kedua gadis itu justru batal berangkat. Padahal antusiasmenya untuk bersekolah di sana begitu besar.

Beberapa bulan kemudian, Kartini akhirnya menikah dengan laki-laki pilihan orangtuanya, yang ternyata adalah seorang penganut poligami. Suatu hal yang mati-matian ditentangnya selama ini.

Mengapa Kartini akhirnya lebih memilih pernikahan? Mungkinkah ia takut menyakiti keluarganya, terutama ayah yang begitu dicintainya?

Saya tiba-tiba teringat bagaimana Pramoedya Ananta Toer dalam novelnya yang berjudul Jejak Langkah (melalui penuturan tokoh utama, Minke) menyebut Kartini sebagai "gadis yang menjadi tahanan kasih sayang orangtuanya". Ya, kasih sayang yang teramat sangat memang bisa "membunuh" perlahan-lahan.

Apakah Kartini mengalah karena takut akan merusak ekspektasi keluarga dan masyarakat?

Terkait ini, Kartini hanya menyatakan bahwa ia takut kalau dengan kepergiannya ke negeri Belanda akan semakin menjauhkan dirinya dari lingkungan dan masyarakatnya. Ia tidak ingin dianggap sebagai perempuan Jawa yang keeropa-eropaan.

Kawannya, Stella Zeehandelaar bahkan menilai bahwa pembatalan keberangkatan dan pernikahan Kartini merupakan konspirasi pemerintah kolonial. Rencana studi Kartini dan Roekmini ke Belanda dinilai tidak sesuai dengan kepentingan mereka.

Mungkinkah pemerintah kolonial menganggap Kartini terlalu berani dan "berbahaya" sehingga harus dibungkam lewat pernikahan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun