Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Membaca dan Memahami Kartini dari Berbagai Sudut Pandang

21 April 2022   13:42 Diperbarui: 21 April 2022   20:09 1897
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sementara dalam suratnya yang lain, yaitu kepada Rosa Manuela Abendanon-Mandri tahun 1901, Kartini mengeluh, "Kami, gadis-gadis Jawa, tidak boleh memiliki cita-cita, karena kami hanya boleh mempunyai satu impian, dan itu adalah dipaksa kembali atau esok dengan pria yang dianggap patut oleh orangtua kami". 

Namun, sekeras apapun Kartini membenci poligami dan menentang perjodohan, pada akhirnya ia tetap menikah dengan Bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adiningrat, yang sudah beristri tiga dan memiliki anak. Tidak heran jika kemudian orang berpikir bahwa keputusannya menerima perjodohan dan pernikahan ini bertentangan dengan isi surat-suratnya.

Sampai di sini, pertanyaan mencuat, apakah Kartini masih bisa disebut sebagai feminis atau pahlawan emansipasi?

Selain yang berkaitan dengan pendidikan dan emansipasi, berbagai sumber di internet juga membahas tentang keislaman Kartini. Narasinya adalah mengenai perjalanan spiritualitas Kartini dalam menemukan Islam.

Kartini sempat mengungkapkan kekecewaan dalam salah satu suratnya kepada Stella Zeehandelaar betapa para pemuka agama pada saat itu hanya mengajarkan cara membaca Al-Quran tanpa tahu artinya sehingga orang jadi tidak bisa memahami Islam dan kitab yang dibacanya. Bagi Kartini ini sesuatu yang gila.

Dituliskan pula bahwa Kartini akhirnya menemukan Islam setelah mendengar tafsir Surat Al-Fatihah yang disampaikan oleh Kyai Sholeh Darat dalam suatu pengajian. Kyai Sholeh Darat juga memberikan kitab tafsir Al-Quran sebagai hadiah pernikahan Kartini.

Pertanyaan menarik lainnya adalah, apakah Kartini seorang nasionalis?

Sebab ia begitu menyanjung peradaban Eropa yang memberikan banyak kebebasan kepada perempuan. Bukan seperti adat Jawa yang membuatnya harus dipingit hingga datang laki-laki yang melamarnya. Atau aturan yang melarang perempuan tertawa terbahak-bahak. Kalau bicara harus dengan suara lemah lembut macam orang berbisik. Begitu pula dengan cara berjalan yang gemulai dan pelan sekali seperti siput.

Namun, benarkah seandainya saya katakan bahwa Kartini mengalami perubahan pemikiran? Atau saya katakan saja bahwa Kartini memang menyanjung peradaban Eropa, bahkan berkawan dengan orang-orang Belanda, tapi tetap kritis terhadap pengetahuan yang ia terima?

Misalnya dalam suratnya kepada Nyonya R.M. Abendanon-Mandri tertanggal 27 Oktober 1902 berikut.

"Maafkan kami mengatakan hal itu. Tetapi sempurnakah masyarakat Eropa menurut pendapat nyonya? Kamilah barangkali yang paling akhir, yang tidak akan mengakui dengan rasa syukur kebaikan dalam dunia nyonya yang banyak, sangat banyak. Tetapi apakah nyonya akan mengingkari, bahwa banyak sesuatu yang bagus, besar dan luhur dalam masyarakat nyonya yang acap kali bertentangan dan justru menjadi bahan cemooh dalam peradaban?"

Kartini dengan Segala Kompleksitasnya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun