Di zaman kita, teknologi lebih canggih. Semua serba mudah. Namun, bukan berarti tanpa masalah.
Perkembangan internet dan media sosial membuat kita harus berhadapan dengan kejahatan dunia maya, seperti perundungan siber (cyberbullying), pencurian data pribadi, pornografi, scamming, doxing dan sebagainya.
Smartphone yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakat modern, berisiko mengakibatkan kecanduan dan mengganggu kesehatan mental jika kita tidak mampu mengendalikan diri.
Tantangan zaman ini bahkan bukan hanya dihadapi oleh anak-anak muda melainkan juga orangtua mereka. Â
Stigma bahwa generasi muda sekarang makin rusak moralnya dan jauh dari Tuhan sebenarnya tergantung bagaimana pendidikan yang ia dapatkan di rumah. Masalahnya, ada orangtua yang sudah tahu zamannya sekarang seperti ini tapi anaknya terlalu dibebaskan. Memberi kebebasan tapi lupa mengajarkan tanggung jawab.
Generasi tua harus menyadari bahwa ada nilai atau pandangan di zaman mereka yang sudah usang bagi generasi muda zaman sekarang.
Contoh, anak-anak muda usia 25 tahun yang lagi mengalami quarter-life crisis sering dikomentari begini oleh tantenya kalau ada acara kumpul keluarga, "Kamu kapan nikahnya? Tante tuh dulu seusia kamu udah gendong anak dua, lho."
Bagi generasi milenial dan Z, menempuh pendidikan, berkarier, menekuni hobi lebih diprioritaskan daripada menikah. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan akses informasi yang lebih baik membuat pola pikir mereka lebih realistis.
Biaya hidup yang semakin mahal, masalah lingkungan, kesadaran akan kesehatan mental dan reproduksi, adalah beberapa hal yang menjadi pertimbangan anak muda sekarang tidak ingin cepat-cepat menikah. Toh, anak muda Sekarang juga banyak kok, yang paham kalau menikah itu gak cuma modal cinta, apalagi modal dengkul.
Meski generasi milenial dan Z sering distigma negatif, sebenarnya mereka lebih melek soal isu-isu sosial, lho! Isu-isu lingkungan, kesehatan mental, kesetaraan gender adalah isu-isu yang akrab dengan mereka. Itu sebabnya mereka dekat dengan kegiatan aktivisme, terutama aktivisme digital.
Wasana Kata
Setiap generasi memiliki tantangannya masing-masing. Oleh karena itu, berhentilah menganggap generasinya lebih superior dan mendiskreditkan generasi berikutnya.