Nyatanya, banyak kok ibu pekerja yang masih sayang anak dan selalu meluangkan waktu untuk anak di sela kesibukannya. Dengan demikian, anggapan bahwa anak-anak yang ibunya bekerja itu kesepian, kurang perhatian dan kasih sayang, hanya mitos belaka.
Ketiga, dan ini yang akan menjadi inti pembahasan dari artikel ini, adalah menjadi perempuan dan ibu pekerja itu berat, saudara-saudara.
Masalah yang Luput Dibahas
Melalui pemikiran Kartini tentang emansipasi, kita jadi punya kesempatan untuk berpendidikan dan bekerja sebagaimana laki-laki. Hampir di semua sektor bisnis dan pemerintahan membuka lowongan kerja bagi perempuan.
Dukungan terhadap perempuan, terutama ibu, untuk bekerja di luar rumah dan di berbagai bidang serta mandiri dan berdaya secara ekonomi, kerap menjadi bagian dari narasi pemberdayaan perempuan (women's empowerment) yang sering kita dengar.
Sebagai perempuan, tentu saya senang ketika perempuan mendapatkan kesempatan untuk mengaktualisasi diri dan mandiri secara finansial dengan bekerja. Hal ini sekaligus menjadi pembuktian bahwa dunia perempuan tidak hanya seputar dapur, sumur, kasur. Â
Namun narasi pemberdayaan ini belum sepenuhnya menyelesaikan masalah yang sebenarnya terjadi pada perempuan dan ibu pekerja. Â
Masalah-masalah yang Dihadapi Perempuan dan Ibu Pekerja
Sebuah solusi tidak akan tercipta tanpa mengetahui akar masalahnya.
Perempuan dan ibu pekerja, di berbagai jabatan dan status sosial-ekonomi, punya masalah yang berbeda-beda.
Perempuan dan ibu pekerja dengan jabatan dan status sosial-ekonomi yang lebih tinggi kerap kesulitan untuk meraih posisi pimpinan puncak atau pengambil keputusan dalam organisasi.
Mereka yang sudah menikah seringkali harus terbentur oleh glass ceiling serta status sebagai istri dan ibu yang membuat mereka dianggap tidak mampu bekerja secara maksimal karena harus mengurus suami dan anak.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!