Ketiga, persetujuan hanya diberikan jika seseorang benar-benar memahami risiko dari berbagai situasi yang dihadapinya
Dalam kasus kekerasan seksual, korban seringkali dibohongi, dimanipulasi dan diintimidasi oleh pelaku untuk melakukan aktivitas seksual. Korban juga seringkali dicekoki oleh obat-obatan atau minuman beralkohol yang membuatnya kehilangan kesadaran. Dengan demikian, korban tidak dapat dikatakan telah memberikan persetujuan.
Jadi, jika kekerasan seksual telah dialami oleh korban berkali-kali namun korban baru berani bicara setelah sekian lama, itu bukan karena korban setuju dan keenakan diperlakukan demikian tapi karena pertimbangan trauma fisik dan psikisnya.Â
Belum lagi risiko yang harus dihadapi berupa kriminalisasi korban saat ia menyuarakan atau melaporkan tindak kekerasan seksual yang dialami.Â
Mengenalkan Konsep Persetujuan Melalui Pendidikan Seks
Konsep persetujuan yang diajarkan melalui pendidikan seks bukan untuk mengajarkan seks bebas pada anak-anak.
Penekanan soal konsep persetujuan juga harus mengajarkan tentang risiko, konsekuensi dan tanggung jawab moral sosial dari suatu aktivitas seksual.Â
Dengan demikian mereka akan belajar untuk menerapkan batasan atas tubuhnya : siapa yang diperbolehkan menyentuh tubuhnya, umur berapa mereka bisa berpartisipasi dalam aktivitas seksual, termasuk memahami apa risikonya jika mereka melakukan seks bebas.
Selain itu, perlu juga dikenalkan tentang relasi kuasa. Karena relasi kuasa merupakan salah satu faktor utama pemicu terjadinya kekerasan seksual.
Wasana Kata
Konsep consent atau persetujuan itu sangat luas dan kompleks. Ia tidak serta merta hanya pernyataan teknis berupa "ya" atau "tidak", "boleh" atau "tidak boleh", "setuju" atau "tidak setuju".
Secara luas, konsep ini punya tujuan mulia, yaitu mengajarkan dan menanamkan rasa cinta serta hormat pada sesama manusia. Dan kekerasan seksual adalah suatu tindakan yang mengkhianati tujuan mulia ini.