Ada yang bilang jika kita ingin mengetahui seseorang itu aslinya bagaimana, bisa diketahui melalui tiga cara. Pertama, ajak dia mabuk. Kedua, tinggal bersama orang tersebut. Ketiga, ajak dia bicara pukul 3 pagi.Â
Sayangnya dari ketiga cara tersebut, cara pertama tidak bisa dilakukan karena dilarang agama. Jadi, kita coret saja.Â
Cara kedua, kalau yang tinggal bersama adalah kawan sesama jenis sih tidak masalah. Jadi masalah jika kawan kita itu lawan jenis. Sudahlah bukan mahram, bukan pasangan suami-istri pula. Gawat!Â
Jadi, yang paling aman ya, cara ketiga.Â
Tapi. mengapa pukul 3 pagi?Â
Konon, pukul 3 pagi disebut sebagai "waktu-waktu kritis" di mana seseorang bisa bicara atau meracau apa saja secara lebih jujur dan blak-blakan. Inilah yang lebih populer dinamakan sebagai 3 AM conversation atau percakapan pukul 3 pagi.
Di luar negeri, 3 AM conversation adalah sesuatu yang biasa terjadi. Orang berkeliaran di luar selepas tengah malam hingga pagi buta, bicara ngalor ngidul soal kehidupan atau hal-hal yang bersifat personal pada seseorang yang menemani, menikmati semilir angin malam dan melihat bintang-bintang (stargazing).
Entah bagaimana penerapannya kalau di Indonesia. Apakah disini 3 AM conversation juga dianggap "sesuatu" atau malah terasa "aneh dan tidak lazim"?
Mengingat kita sejak kecil biasa diwanti-wanti orangtua untuk tidak keluar rumah ketika maghrib. Maka kelayapan malam-malam hingga pagi buta adalah sesuatu yang tidak biasa. Bisa-bisa Anda jadi omongan orang.
Tambahan lagi kalau Anda perempuan. Perempuan keluar atau pulang malam saja sudah dipermasalahkan dan disangka bertindak yang "iya-iya". Lha ini kelayapan malam-malam sampai pagi buta? Apa kata tetangga?
Ada beberapa alasan mengapa percakapan pukul 3 pagi disebut bisa membuka tabir seseorang yang selama ini (mungkin) tidak pernah kita tahu karena tidak pernah ia tampakkan atau ceritakan.
Pertama, pukul 3 pagi suasana masih gelap dan sunyi. Tidak banyak suara dan distraksi. Orang-orang pun masih sibuk menuntaskan mimpi.
Berbeda dengan siang hari di mana kita lebih banyak berkutat dengan kesibukkan masing-masing, suasana pukul 3 pagi yang hening membuat pikiran kita lebih lapang dan fokus pada hal-hal yang dinilai lebih penting.
Kedua, kita sudah merasa lelah, baik fisik maupun mental sehingga sudah tidak sanggup berpikir yang berat-berat. Jadi, apa saja yang terlintas di pikiran, apa saja yang dirasakan, itulah yang akan diungkapkan atau diekspresikan.
Kedua kondisi inilah yang memicu seseorang menjadi lebih jujur, blak-blakan dan merasa lepas serta bebas mengungkapkan apapun yang ia pikirkan dan rasakan, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain. Terlebih ketika dalam suasana demikian ada orang lain yang menemani ngobrol. Ia sudah tidak begitu peduli mau dianggap atau dikatai apa.Â
Jika tidak ada teman ngobrol di waktu tersebut (entah karena tinggal sendiri, ditinggal tidur atau karena... jomlo akut), bisa kok ajak ngobrol diri sendiri alias melakukan self-talk.
Apa itu self-talk?
Self-talk adalah cara kita berdialog dengan inner voice diri sendiri saat menghadapi berbagai macam situasi. Kita dapat melakukannya dengan cara diucapkan dalam hati maupun diucapkan secara lantang untuk mensugesti diri sendiri.
Berdialog dengan diri sendiri itu bukan berarti kita sakit jiwa. Justru ini bisa jadi semacam tindakan preventif yang baik bagi kesehatan mental kita selama yang diucapkan pada diri kita bukanlah negative self-talk.
Negative self-talk biasanya dilontarkan ketika mengkritik diri sendiri.
"Kok aku bodoh banget sih, kayak gini aja nggak bisa", "semua emang salahku", "harusnya tadi aku tuh..., jadinya nggak akan gagal begini" adalah contoh negative self-talk.
Mengkritik diri sendiri memang perlu supaya kita bisa introspeksi. Kesalahan apa yang kita lakukan, mengapa bisa gagal, untuk kemudian fokus mencari solusi : apa yang harus kita lakukan untuk memperbaiki semua ini. Bukan malah menyalahkan diri sendiri.
Self-talk sering dilakukan untuk mengingat sesuatu, seperti kegiatan yang ingin dilakukan besok pagi, barang apa yang ingin dibeli, menu makanan yang ingin dimasak untuk sarapan dan sebagainya.
Self-talk juga dapat membantu kita menemukan dan mengenal diri. Mulai dari hal-hal yang sifatnya filosofis, seperti visi-misi, nilai dan prinsip hidup, hingga yang paling remeh-temeh, seperti makanan kesukaan. Ini penting karena ada lho orang yang bahkan tidak paham apa yang ia suka dan benci, apa yang ia inginkan dan tidak.Â
Akibatnya ia menjadi seseorang yang tidak mampu mendefinisikan dirinya, tidak independen sehingga cara pandang, sikap atau tindakannya selalu membebek orang lain.
Dalam agama Islam, pukul 3 pagi artinya sudah masuk sepertiga malam terakhir. Di waktu inilah umat Islam dianjurkan untuk melakukan salat tahajud. Dilanjutkan pula dengan memperbanyak zikir dan doa karena sepertiga malam terakhir termasuk salah satu waktu mustajab untuk berdoa.
Dengan demikian, 3 AM conversation sejatinya tidak hanya perihal ngobrol atau berbicara dengan orang lain, tetapi bisa juga berbicara secara jujur dan blak-blakan pada diri sendiri (self-talk) bahkan pada Tuhan melalui doa yang kita panjatkan.Â
Merenung, kemudian berdialog dengan diri maupun Tuhan pada waktu tersebut memang lebih syahdu sehingga saking menghayatinya, kita bisa menangis sambil mengakui dosa-dosa dan mengadukan kesulitan kita pada-Nya. Itu membuat hati dan pikiran kita lebih tenang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI