Ada beberapa alasan mengapa percakapan pukul 3 pagi disebut bisa membuka tabir seseorang yang selama ini (mungkin) tidak pernah kita tahu karena tidak pernah ia tampakkan atau ceritakan.
Pertama, pukul 3 pagi suasana masih gelap dan sunyi. Tidak banyak suara dan distraksi. Orang-orang pun masih sibuk menuntaskan mimpi.
Berbeda dengan siang hari di mana kita lebih banyak berkutat dengan kesibukkan masing-masing, suasana pukul 3 pagi yang hening membuat pikiran kita lebih lapang dan fokus pada hal-hal yang dinilai lebih penting.
Kedua, kita sudah merasa lelah, baik fisik maupun mental sehingga sudah tidak sanggup berpikir yang berat-berat. Jadi, apa saja yang terlintas di pikiran, apa saja yang dirasakan, itulah yang akan diungkapkan atau diekspresikan.
Kedua kondisi inilah yang memicu seseorang menjadi lebih jujur, blak-blakan dan merasa lepas serta bebas mengungkapkan apapun yang ia pikirkan dan rasakan, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain. Terlebih ketika dalam suasana demikian ada orang lain yang menemani ngobrol. Ia sudah tidak begitu peduli mau dianggap atau dikatai apa.Â
Jika tidak ada teman ngobrol di waktu tersebut (entah karena tinggal sendiri, ditinggal tidur atau karena... jomlo akut), bisa kok ajak ngobrol diri sendiri alias melakukan self-talk.
Apa itu self-talk?
Self-talk adalah cara kita berdialog dengan inner voice diri sendiri saat menghadapi berbagai macam situasi. Kita dapat melakukannya dengan cara diucapkan dalam hati maupun diucapkan secara lantang untuk mensugesti diri sendiri.
Berdialog dengan diri sendiri itu bukan berarti kita sakit jiwa. Justru ini bisa jadi semacam tindakan preventif yang baik bagi kesehatan mental kita selama yang diucapkan pada diri kita bukanlah negative self-talk.
Negative self-talk biasanya dilontarkan ketika mengkritik diri sendiri.
"Kok aku bodoh banget sih, kayak gini aja nggak bisa", "semua emang salahku", "harusnya tadi aku tuh..., jadinya nggak akan gagal begini" adalah contoh negative self-talk.