Barangkali ada yang berpikir bagaimana mungkin orang yang di dunia nyata begitu ramah, murah senyum dan bersahabat, seketika menjadi beringas di dunia maya?
Di dunia maya pun warganet ternyata bisa menunjukkan kepribadian yang berbeda-beda. Modis di Instagram, kocak di YouTube, bijak di Facebook tapi di Twitter galaknya naudzubillah setan.
Sosiolog Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Tantan Hermansyah, sebagaimana dikutip dari voi.id (27/02/2021), mengatakan bahwa keramahan masyarakat Indonesia didasari oleh motif kompromi.
Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan budayanya yang masing-masing dapat dibagi lagi ke dalam sub-sub budaya. Seluruh budaya dan sub budaya itu saling terlibat dalam suatu interaksi yang mendorong tumbuhnya sifat tenggang rasa dan saling menghargai yang tinggi. Tujuannya adalah agar eksistensinya terjaga secara alami. Tanpa itu semua, suatu sub budaya atau budaya akan musnah.
Seiring dengan kemajuan zaman, karakter masyarakat Indonesia yang ramah masih bertahan, motif komprominya lah yang berubah. Dari yang awalnya bertujuan untuk saling menjaga eksistensi suatu sub budaya dan budaya, berubah karena keinginan untuk meraih keuntungan tertentu (baca : materi dan popularitas).
Dari yang awalnya didasari oleh nilai-nilai luhur bangsa berubah menjadi didasari oleh ada tidaknya imbalan yang akan didapat.
Jika dikembalikan pada pertanyaan di awal sub bab ini, mungkinkah kita memelihara mental pengecut stadium lanjut, sehingga beraninya main keroyokan di sosial media? Karena ketika kita memaki orang lain di dunia nyata, bisa-bisa kita babak belur dihajar orang yang kita caci maki.
Ketika kita bersikap kasar pada orang lain di dunia nyata, orang bisa melihat langsung siapa pelakunya. Beberapa orang bisa saja mengenal identitas kita. Risikonya, kalau tidak jadi buah bibir tetangga ya viral di dunia maya.
Sementara di sosial media, kita bisa memaki, menipu, memfitnah bahkan melakukan pembunuhan karakter dengan bersembunyi di balik akun bot.
Atau jangan-jangan---hipotesis ngawur saya---keberingasan mereka itu adalah cerminan hati, pikiran bahkan perilaku dalam kehidupan sehari-hari (?)