Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Yuk, Kenalan dengan Colorisme, Saudara Dekat Rasisme!

25 Juli 2020   09:24 Diperbarui: 28 Mei 2021   17:51 6323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Yuk, Kenalan dengan Colorisme (image by u m5d2lywo from pixabay)

Pernah nggak, kalian mendengar ejekan dari keluarga, teman-teman, tetangga atau siapa pun itu hanya karena kalian berkulit gelap? 

"Ih, kok kamu beda sih sama saudara-saudaramu yang lain? Mereka putih-putih. Kamu item sendiri. Jangan-jangan kamu anak pungut ya?"

"Dasar, udah item jelek lagi!"

Menyakitkan sekali ya mendengarnya? Apalagi kalau yang mengatakannya adalah orang-orang terdekat kita sendiri, seperti orangtua, misalnya. 

Atau apakah kalian sudah lama menjadi bagian dari mereka yang menganggap bahwa orang-orang berkulit gelap itu lebih buruk? Kalau iya, mungkin kalian terjebak pada paham colorisme. 

Apa Itu Colorisme? 

Colorisme atau dalam Bahasa Inggris disebut colorism adalah pemahaman bahwa suatu warna kulit lebih baik dibandingkan warna kulit lainnya. 

Biasanya warna kulit yang lebih terang dianggap lebih baik dan menarik dibandingkan warna kulit yang lebih gelap. Colorisme ini berbeda dengan rasisme. Walaupun rasisme sendiri juga sering menyangkut masalah colorisme.

Baca juga : Rasisme, Colorisme, dan Prasangka: Ketidakadilan dalam Kehidupan Sehari-hari

Saya pikir ketika seseorang bersikap rasis, dia pasti juga colorist. Jika colorisme lebih kepada diskriminasi warna kulit, rasisme adalah bentuk diskriminasi yang menganggap bahwa suatu ras lebih unggul daripada ras lainnya.

Nah, colorisme ini tidak hanya dilakukan terhadap orang-orang yang berasal dari ras berbeda (interracial), namun juga kepada orang-orang dari ras yang sama (intraracial). 

Colorisme di Berbagai Negara di Dunia

Di Asia Timur, terutama di Jepang, China dan Korea Selatan menganggap bahwa orang-orang berkulit putih status sosialnya tinggi karena tidak banyak melakukan pekerjaan-pekerjaan lapangan. 

Sedangkan orang-orang berkulit gelap sering dianggap sebagai orang-orang kelas bawah. Wanita-wanita berkulit putih sering dianggap lebih cantik dan melambangkan feminine beauty. 

Colorisme di Asia sendiri sebenarnya cukup banyak tersirat dalam dongeng anak-anak. Misalnya, dalam cerita-cerita rakyat China, dimana tokoh dewi-dewi, putri-putri kerajaan atau tokoh protagonis biasanya digambarkan berkulit putih. 

Baca juga : Indonesia Terbiasa dengan Perbedaan Warna Kulit dan SARA

Di India, persoalan colorisme punya kaitan erat dengan sistem kasta dan ketika India dikuasai oleh Persia, Mughal dan Inggris. Jika seseorang berasal dari kasta Brahman dan berkulit terang, maka ia akan lebih dipandang dalam masyarakat. 

Apabila mereka berkulit gelap namun dari kasta tinggi, mereka masih bisa tetap mendapatkan privilese dibandingkan mereka yang berkulit gelap namun berasal dari kasta sudra (kasta terendah),misalnya. 

Ketika masa kolonialisme Inggris di India, colorisme telah menyebabkan wanita-wanita berkulit terang mendapatkan kesempatan kerja yang lebih besar dibandingkan wanita-wanita berkulit gelap. Selain itu, orang-orang berkulit gelap sering tidak diperbolehkan masuk ke restoran atau institusi pendidikan. 

Di Amerika Serikat, colorisme terkait erat dengan sistem perbudakan yang dilakukan oleh orang-orang kulit putih terhadap orang-orang kulit hitam dan penduduk asli Amerika, yaitu orang Indian. Warna kulit dapat menentukan seberapa ringan atau berat pekerjaan yang akan dilakukan oleh para budak.

Budak yang berkulit terang bisa mendapatkan pekerjaan-pekerjaan domestik yang cenderung lebih ringan. Sementara budak berkulit gelap diberikan pekerjaan-pekerjaan kasar. Bahkan ada suatu tes untuk mengukur tingkat kecerahan kulit seseorang yang akan dipekerjakan di rumah-rumah orang kulit putih. Namanya Brown Paper Bag Test. Jadi, kalau seseorang punya warna kulit yang lebih gelap dari brown paper bag tersebut, ia tidak akan diterima di rumah orang-orang kulit putih. 

Colorisme di Indonesia 

Colorisme di Indonesia sebenarnya nyata dan banyak dipraktikkan bahkan dalam pergaulan sehari-hari. Namun sepertinya belum banyak yang memiliki kesadaran dan pemahaman atas isu ini. Colorisme di Indonesia pada masa sekarang diperkuat oleh peran media. Yang paling menonjol terdapat pada industri produk-produk kecantikan dan industri hiburan. 

Coba perhatikan, berapa banyak aktris dan aktor di industri hiburan tanah air yang berkulit terang atau berwajah kebule-bulean dibandingkan yang berkulit sawo matang atau bahkan berkulit gelap seperti orang Papua? 

Baca juga : Stop Pertarungan Politik Warna Kulit Perempuan dalam Dunia Periklanan!

Sebenarnya saya heran, bagaimana bisa orang Indonesia yang sebagian besarnya berkulit sawo matang, justru tidak banyak memiliki representative figure berkulit sawo matang bahkan gelap dalam industri kosmetik maupun hiburan? 

Mengapa yang lebih sering muncul di media, mendapat peran utama dalam sinetron atau menjadi model iklan lagi-lagi hanya orang yang itu-itu saja, yang berkulit putih mulus, tinggi, langsing dan berambut panjang lurus? Bukankah hal ini justru menggerus dan mempersempit definisi kecantikan ala Indonesia itu sendiri? 

Contoh iklan produk pemutih kulit pond's white beauty-www.ebay.com
Contoh iklan produk pemutih kulit pond's white beauty-www.ebay.com
Saking seringnya kita dicekoki oleh aktris, aktor dan model iklan berkulit putih mulus, akhirnya terbentuk persepsi yang diamini oleh banyak orang bahwa cantik itu harus putih. 

Para pebisnis kosmetik kemudian mengeruk keuntungan dengan memanfaatkan para wanita yang insecure dan tidak percaya diri dengan kulitnya yang gelap melalui produk-produk yang diyakini mampu membuat kulit tampak putih dan cerah. 

Bagi yang mempunyai modal berlebih, bisa datang ke beauty center untuk melakukan perawatan agar terlihat lebih kinclong. 

Obsesi terhadap kulit putih rupanya juga dimanfaatkan oleh para produsen nakal dengan menawarkan produk-produk pemutih kulit berharga murah secara online. 

Padahal tidak semua produk pemutih kulit aman untuk digunakan karena adanya kandungan berbahaya, seperti merkuri, hydroquinone, hydrogen peroxide dan lain-lain. 

Kandungan merkuri dalam krim pemutih dapat menyebabkan kulit berubah menjadi keabu-abuan gelap jika sering terpapar sinar matahari. Dalam kondisi yang lebih parah bahkan dapat menimbulkan stretchmark, kanker darah dan kanker ginjal. 

Yang Aneh Dari Colorisme

Kalau lihat mbak-mbak model iklan produk kecantikan, mungkin kita akan berpikir bahwa seperti itulah standar kecantikan menurut orang Indonesia. Padahal masalah colorisme jauh lebih kompleks dibandingkan standar kecantikan semata. 

Colorisme sering menyebabkan orang-orang berkulit gelap mendapat perlakuan diskriminatif di lingkungan sosial. Mereka rentan menjadi bahan olok-olok yang berakibat pada rendahnya rasa percaya diri dan berpotensi mengganggu kesehatan mental mereka. 

Sebuah penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat terhadap warga keturunan Afrika-Amerika dan Mexico-Amerika menunjukkan bahwa wanita berkulit terang memiliki self esteem yang lebih tinggi dibandingkan wanita berkulit gelap. 

Hal ini banyak mempengaruhi kesuksesan dan kesejahteraan hidup mereka, misalnya kemudahan untuk mendapatkan pasangan, tinggal di lingkungan yang lebih baik, memiliki kesempatan bersekolah lebih besar, menghasilkan uang lebih banyak dan memiliki kesehatan mental yang lebih baik. 

Kim Kardashian black facing-popularsuperstars.com
Kim Kardashian black facing-popularsuperstars.com
Kita sebagai Warga Negara Indonesia yang memiliki warna kulit asli sawo matang, justru lebih terobsesi dan memuja kulit putih milik orang-orang Kaukasian. Sedangkan bule-bule berkulit putih justru menganggap bahwa warna kulit sawo matang seperti punya orang Indonesia itu eksotis. 

Oleh karena itu, beberapa selebriti dunia mulai banyak yang mengadopsi black aesthetic, misalnya dengan menggunakan foundation yang shade nya 2-3 kali lebih gelap dari warna kulit aslinya.

Bagi laki-laki kulit putih, tan look dianggap lebih maskulin. Sementara bagi wanita kulit putih, tan look akan dianggap bahwa wanita tersebut sering travelling. Hal ini menunjukkan bahwa white supremacy itu nyata. 

Orang-orang kulit putih mau tampil dengan warna kulit segelap apapun, orang-orang akan tetap menganggap mereka menarik, keren dan eksotis. 

Sedangkan orang-orang kulit berwarna (people of color) yang memang warna kulit aslinya sudah eksotis tanpa pakai tanning sprayer, akan tetap didiskriminasi, dibully dan dianggap lebih rendah derajatnya. 

Semua Warna Kulit Itu Cantik

Kenapa sih kita bisa sebegitunya memuja kulit putih? Sebenarnya mindset bahwa kulit putih itu lebih cantik justru sering ditanamkan oleh society dan keluarga kita sendiri. 

Mungkin waktu kalian masih kecil, orangtua, tante, nenek atau saudara mungkin pernah menegur seperti ini, "jangan main panas-panas ntar item, jelek lho!" atau dibanding-bandingkan sama saudara-saudara lain yang berkulir lebih terang, "kok kamu item? padahal saudara-saudaramu pada putih-putih lho!" 

Kalimat-kalimat yang sering kita dengar itu seolah-olah adalah justifikasi bahwa putih itu cantik, kalau nggak putih berarti nggak cantik. 

Memiliki kulit gelap sering dianggap kotor, dekil dan tidak pandai merawat diri. Sementara memiliki kulit terang dianggap lebih bersih, sehat dan terawat dengan baik.

Semua warna kulit itu cantik asalkan kita mampu menjaga kebersihan dan merawatnya dengan baik. Jadi, mau kulit kalian putih, kuning langsat, sawo matang bahkan gelap sekali pun, kalau tidak dirawat dengan baik, kulit menjadi tidak sehat dan malah mengganggu penampilan kalian sendiri. 

Yuk, mulai sekarang diubah mindset nya dan dijaga mulut serta jarinya untuk tidak lagi merendahkan orang-orang berkulit gelap. Karena dunia ini bakal lebih indah dengan beragam warna, bukan cuma satu warna saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun