Arabel cepat - cepat mencari aspirin. Setelah menelan obat itu barulah pusingnya reda. Entah kenapa perasaan itu mendadak timbul. Ia ingin pulang ke Jerman. Arabel kesepian hidup di London.
    Tapi operasi Rajawali Hitler-Goering belum selesai. Dan entah kapan selesainya.Â
    Arabel bukan penganut Nazi seperti Eduard. Ia tak terlalu peduli pada perang. Gadis itu lebih tertarik seni drama daripada politik atau militer. Bisa dikatakan Arabel berbakat besar di bidang itu. Sejak remaja ia bermimpi pergi ke Amerika dan menjadi bintang Hollywood. Industri perfilman disana begitu gemerlap dan keren. Bila tidak kesampaian, Arabel ingin menjajal Broadway. Pertunjukkan di situ pun tak kalah terkenal.
    Lalu bertemulah Arabel dengan Wilhelm Canaris. Pria yang kini menjabat kepala dinas intelijen Jerman tersebut tertarik dengan kemampuan seni perannya. Tapi Canaris menghendaki hal mengejutkan. Ia menginginkan kemampuan 'menjadi orang lain' yang dipunyai Arabel demi tujuan intelijen. Menurutnya, kemampuan macam itu dibutuhkan mata - mata untuk menyaru di tengah musuh.
    Arabel menurut saja. Apalagi Canaris berjanji memuluskan jalan Arabel ke Hollywood lewat koneksi - koneksinya. Di Amerika, pria berkepribadian luwes tersebut memang punya banyak kenalan penting.
    Arabel beruntung bertemu Canaris. Pria itu begitu baik padanya. Arabel yang baru kehilangan orang tua karena kecelakaan, seperti mendapat keajaiban. Canaris dengan senang hati menanggung biaya hidupnya. Lama - lama Arabel menganggap Canaris sebagai ayahnya sendiri.
    Namun Hitler-Nazi kemudian bertingkah agresif. Arabel pun terseret ke dalam perang. Gadis itu terpaksa melupakan impiannya di dunia akting. Syukurlah di London ini Arabel bisa kembali menekuni seni drama. Meski hanya sebagai penyamaran, Arabel cukup menikmatinya.
    Tapi kini situasi semakin gawat. Sepertinya orang Inggris makin tajam mengendus jejaknya.Â
    Arabel menatap sungai Thames di bawah. Bila mengalami situasi seperti ini, ada suatu hal yang selalu dilakukannya. Dan sekarang entah kali keberapa ia akan melakukannya lagi.Â
***
    Lancelot bersandar pada pembatas jembatan. Matanya menerawang tanpa arti.