***
    Lancelot melipat surat kabar Daily Herald.
    Angin dingin padang rumput Derbyshire berhembus lembut. Beberapa keranjang berisi apel yang baru dipetik, tergeletak di dekatnya.
    Lancelot tahu London diobrak - abrik Jerman. Ia baru saja membaca beritanya.
    Akhirnya tragedi itu datang juga. Lancelot tidak yakin Inggris dapat bertahan lebih lama. Para pilotnya banyak yang sudah gugur. Semua teman di skuadron 614 tentu juga sedang kepayahan. Bagaimana kabar mereka?
    Ada perasaan bersalah menyusup di hati Lancelot. Ia telah kabur begitu saja dari London. Tapi, tidak. Lancelot menggeleng. London bukan tempat yang cocok baginya. Penduduk kota itu tidak menyukainya. Lancelot juga tidak menyukai mereka. Jadi tak pantas dirinya menjadi pahlawan bagi London.
    Tapi bagaimana nasib mereka? Orang - orang yang dekat dengannya?
    Stella? Gadis polos itu jangan - jangan tertimpa bom. Jake, kawan dekatnya di skuadron, apakah baik - baik saja? Lalu bagaimana dengan Letkol Stewart? Pria gaek itu tak bosan - bosan selalu menasehati dirinya. Mampukah Stewart menghadapi para pilot Jerman?
    Lancelot menundukkan kepala.
    Sudah lama sekali ia berkubang dalam perasaan ini. Sebuah perasaan aneh yang sulit dimengerti. Orang - orang mengatakan dirinya frustrasi. Perasaan itu kentara sekali saat ia harus bergabung dengan RAF dan melindungi London. Berat rasanya melindungi penduduk kota yang 22 tahun silam telah menyengsarakan keluarganya.
    Namun rasanya juga kejam bila tidak melindungi mereka.