Mohon tunggu...
luluk mukharomah
luluk mukharomah Mohon Tunggu... -

" Jangan menyesali apa yang terjadi hari ini, tapi belajarlah tidak menyesal dikemudian hari "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Aku Pergi

20 April 2017   09:57 Diperbarui: 20 April 2017   10:12 1025
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Digaleri.com

Sudah lama ku disini, ditempat ini seorang diri. Setiap pagi harus berjalan melewati lorong gelap sendiri, langkah kecilku mulai mengayun, yang membuat bunyi nyaring dari sepatuku saat menyentuh lantainya.

Tok… Tok… Tok…

Suara yang setia menemani kesendirianku. Setiap berjalan melewati lorong ini, aku selalu berkhayal seakan-akan ada seseorang yang tengah menungguku di ujung lorongnya. Menakutkan.

Sesampainya di tempatku, diruang kerjaku. Tiba-tiba saja suara yang tak diundang itu mulai mengangguku lagi.

“ apa yang kau kerjakan di sini? “ nada seperti orang yang tak suka ku disini

Aku hanya diam, membisu. Tak ada yang bisa ku katakana setiap pertanyaan itu menyudutkanku. Tidak hanya sekali, ini sudah kesekian kalinya dia mengatakan itu

Hingga sampai di penghujung hari, tiba saatnya untuk ku pulang. Saat kembali berjalan di lorongnya, masih saja aku melihat sosok tersebut, berdiri dengan tegap. Hingga perlahan bayangan itu mulai menghilang yang diiringi suara gubrak saat tubuh ku menyentuh lantai.

#

Cahaya itu menyilaukan mataku, hingga kulihat seorang suster tengah memeriksa kondisiku.

“ sudah berapa lama aku tak sadarkan diri? “ kutanyakan pada suster di sebelahku

“ ini sudah hari ke-tiga, kenapa kau selalu tak mendengarkan ku untuk selalu rutin menjalani Chemotherapy“ terdengar jelas suara suster yang sebenarnya adalah temanku sendiri itu terlihat cemas

“ sudah lah, tak perlu khawatir. Aku baik-baik saja “

“ kau selalu saja begitu setiap kali aku menasihatimu “ temanku itu selalu menggerutu saat mendengar jawabanku yang selalu mengatakan bahwa aku baik-baik saja

##

Berselang beberapa hari, tak ada kemajuan dari kondisiku. Setelah hampir setahun aku di diagnosis oleh dokter terkena kanker otak. Aku hampir saja ingin mati, juga putus asa. Ingin marah pada-Nya saja aku tak berhak.

 Hingga pada suatu pagi, mataku mengantuk berat. Perlahan ruangan terasa gelap, mataku mulai tertutup. Aku ingin tidur nyenyak, yang kemudian terdengar suara teriakan suster yang minta tolong saat kedua mataku tertutup rapat.

“ dokter… dokter… “

###

Saat kembali ku membuka mata, terlihat percikan cahaya di lorong yang biasanya gelap. Dari ujungnya keluarlah sosok yang selama ini berdiri disana, dia mulai menghampiriku.

“ sudah lama aku menunggumu, kali ini kupastikan kau tak sendiri melewati lorong ini “

Dijulurkanya tangan padaku, yang dengan cepat aku menyambutnya. Ya begitulah selama ini dia menungguku tuk memastikan ku tak sendiri melewati semua ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun