Awalnya hal itu yang membuatmu begitu bersimpati akan kisah hidupnya yang berkebalikan dari hidupmu yang lengkap dan harmonis. Kau mengerahkan seluruh energi, mendengarkan cerita-cerita itu, mencoba memahami dan memberikan saran-saran terbaik sebagai seorang teman yang amat peduli.Â
Awalnya semua berjalan lancar, kau yang memiliki kepribadian yang baik dalam mendengarkan sungguh-sungguh mampu menamatkan ceritanya berjam-jam bahkan berulang-ulang tanpa sedikitpun kau menorehkan protes panjang atau menujukkan gelagat bosan.
"Hubungi aku jika kau butuh teman cerita, jangan pendam semuanya sendirian. Kamu gak sendirian di dunia ini."
Itu kalimat yang sering kau katakan pada wanita itu. Awalnya kau mengatakan kalimat itu sungguh-sungguh. Kau sungguh menyayangi wanita itu dan tak akan membiarkannya sendirian dalam menghadapi dunia yang kejam ini. Namun, belakangan kau mulai menyesali kalimat yang sering kau katakan pada wanita itu.
Suatu waktu kau pernah mengetahui fakta akan sebuah cerita yang di sampaikannya padamu. Suaminya tidak seburuk yang dikisahkan, kematian anaknya juga memang karena kecerobohan wanita itu. Kau mulai mencari tahu lebih banyak tentang kebenaran setiap cerita dari lisan perempuan itu dan alangkah terkejutnya, kisah-kisah itu bualan belaka.Â
Padahal selama ini kau telah mengerahkan seluruh tenaga dan perhatian untuk mendengarkan setiap kisah yang ia tuturkan. Tanpa sadar kisah-kisah dengan keluh kesah dan kata-kata pesimistis dalam hidupnya turut menyalurkan energi negatif. Kau sering merasa lelah batin tiap kali usai mendengarkannya.
Setelah mengetahui kisah-kisah bohong yang kau terima selama ini, kau masih bertahan mendengarkan saat wanita itu datang menemuimu. Kau tetap menyimak dengan ciri khasmu menganggukkan kepala, kau mencoba menahan diri untuk menyuruhnya berhenti berkisah. Juga saat wanita itu mengirimu pesan  demi pesan yang terbilang tak tau waktu, entah kau sedang istirahat, entah kau sedang sibuk bekerja, entah kau sedang di mana, kau tetap membalasanya.Â
Kau masih melakukan hal yang sama. Bedanya, kau melakukan itu selintas lalu, masuk kuping kanan keluar kuping kiri, pesan-pesan yang kau baca itu, hanya garis besarnya kau pahami. Kau tetap memberinya nasehat, kau tetap memainkan peranmu dengan sempurna. Kau tetap tak ingin ia sendirian, kau tau ia hanya butuh teman berbagi cerita. Entah cerita sungghan atau cerita yang hanya ada dalam kepalanya.
"Kamu benar-benar teman terbaikku, aku sungguh tak tau bagaimana duniaku tanpa kamu. rasanya beban-beban berat yang ada dalam hatiku benar-benar luruh seketika saat aku bercerita denganmu."
Itu kalimat yang sering kau dengar keluar dari bibirnya yang terdengar manis, kau terlanjur tak lagi mempercayainya. Kau mulai merasa muak. Kau merasa seseorang itu benar-benar menciptakan hubungan pertemanan yang toxic. Perkataanmu yang memberitahunya perihal kebohongan cerita miliknya hanya ditanggapi dengan tawa sumbang. Dan ia tetap menghubungimu, mencarimu untuk sekedar merutuk pada dunianya atau mengatakan kalimat-kalimat putus asa lainnya. Kau mulai kehilangan energi, kau merasa lelah sendiri. Kau ingin mencipta jarak. Perasaan sesal atas kau yang selalu mempercayainya bergumul pada rasa marah. Kau merasa kebaikanmu dimanfaatkan.
"Na, mungkin lebih baik aku mati saja."
"Toh tak ada yang akan mencariku."