"Tidak, hanya saja sorot matamu menjelaskan segalanya, kau seperti alergi mendengar kata cinta," godanya, aku mendengus memalingkan wajah. Bukankah memang begitu, kata-kata tentang cinta begitu menggelikan dan penuh bualan.
"Kau pernah berpikir apa jadinya jika kau tak dicintai oleh ibumu, ayahmu dan teman-temanmu? Menarikkah hidupmu? Atau bagaimana jika kau tak lagi memiliki rasa cinta pada mereka, kau malas melihat mereka, kau malas berinteraksi dengan mereka, hampa, bukan? Atau kau pernah terpikir, bagaimana jika kau hidup tak dicintai oleh Tuhanmu? Kau dibiarkan begitu saja, kau merintih, memohon tak dipedulikan. Kau pasti tau, bahkan dunia ini ada sebab cinta. Cinta sang pencipta pada ciptaannya."
"Hari-hari menjadi berwarna karena cinta. Manusia bahkan menjadi berlipat kali lebih semangat karena cinta. Kau lihat seorang lelaki yang kuat mengangkat beban yang lebih berat dari tubuhnya, apalagi jika itu bukan soal cinta. Cinta pada keluarganya, cinta pada anak-anaknya dan cinta pada kehidupan yang telah memberinya kesempatan untuk merasa bahagia dengan dicintai dan mencintai," imbuhnya panjang lebar.
Aku tau ia akan semangat sekali menjelaskan sudut pandangnya perihal cinta dengan kalimat paling bijak mengalahkan para filsuf. Karena ia tau aku adalah salah satu orang yang memandang sebelah mata perihal cinta. Sama seperti pandangan orang pada umumnya, cinta yang merusak, cinta yag bodoh dan segelintir perspektif negatif lainnya. Sudah banyak korban atas nama cinta di dunia ini.
"Jadi, bagaimana apa kau mempertimbangkan jawabanku. Kuharap sih begitu, cinta adalah tahta tertinggi dalam kamus hidup dan kehidupan. Cinta itu luas, janganlah kau persempit dengan pandangan sempitmu itu." Dia beranjak menepuk bahuku yang masih terdiam mencerna kalimatnya.
Aku akhirnya mengangguk, meski belum sepenuhnya setuju akan kalimatnya tapi pandangannya selalu bagus. Boleh jadi ia akan menjadi filsuf masa depan. Ucapan terimakasihku tak menerima balasan, dia telah melenggang pergi entah ke mana, kupikir ia akan menemui kekasihnya dan membual soal cinta, entahlah.
Tapi benar juga apa katanya. Hidupku yang dipenuhi cinta mungkin saja membuatu lupa bahwa tidak semua berkesemapatan memilikinya. Bagaimana jika cinta hilang dari muka bumi ini. seorang ibu yang kehilangan anak akan merasa dunia tak lagi menarik karena yang dicinta telah tiada. Begitujuga dengan anak yang ditinggalkan orangtuanya, kekasih yang ditinggalkan kekasihnya. Dan bukankah bayak buktinya orang yang mengakhiri hidup karena putus cinta. kehilangan cinta membuatnya tak tertarik lagi menjalani hidup. Temanku ada benarnya.
Aku menemui orang terakhir yang akan menerima mandat pertanyaan milikku, anggap saja begitu.
"Kau, pertanyaannmu selalu aneh dan perlu memeras otak untuk menjawabnya," keluhnya begitu aku mengeluarkan pertanyaan itu.
"Jawab saja," sergahku, aku juga kesulitan dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Pemilik suara itu selalu saja mengajukan tanya yang sulit untuk kujawab seorang diri, dan aku membutuhkann bantuan untuk menjawabnya. Apa salahnya aku bertanya, jika ia tak dapat menemukan jawabannya lambaikan tangan saja, atau bilang pass. Namun, jelas sekali bukan itu hal yang ingin kudengar. Setidaknya beri aku jawaban untuk membuka labirin misteri akan sebuah jawaban untuk satu pertanyaan. Bukankah satu pertanyaan memiliki banyak jawaban.
"Baiklah, apa yang menurutku menarik dari hidup ini. Menurutku itu kamu." Dia menjawab, suaranya terdengar mantap dan tegas.