Kau...Â
Kapan pertama kali keinginanmu untuk pergi itu muncul dan mengakar kuatÂ
Dalam setiap perkataan itu kau tancapkan sebuah niatÂ
Kau percaya bahwa setiap ucapan adalah doaÂ
Maka pergi menjadi sesuatu yang kau semogakan dikemudian hari.Â
Ya, pergi Pergi dari sebuah wadahÂ
Yang kau tau, sebuah wadah kan membentukmu menjadi sepertinyaÂ
Kau mungkin persis seperti benda padat yang kokohÂ
Lama-kelamaan, padat pun kan meleleh, juga menyublim, bukan?Â
Kau butuh wadah, tempatmu menghamparkan peta harapan untuk kau susuri setiap mungkin yang kan tercipta.Â
Dan itu adalah keputusan terbaik dalam benakmu, untuk pergi.Â
Karena untuk hari ini inginnya kau bukan mengikuti wadah yang hanya kan memenjarakanmu dalam rutinitas tanpa artiÂ
Ya, mungkin ini soal keinginanmu sebagai manusiaÂ
Keinginan yang selalu meloncat level selanjutnyaÂ
Bersamaan dengan dirimu yang berdiri pada tahap sebuah tingkatanÂ
Dalam level paling bawah, boleh jadi 'ingin' kau paling sederhanaÂ
Sesederhana pergi meski tak tau tujuan Kau hanya tak ingin menetap tuk jadi rumput tak berbungaÂ
Namun, kau baru menyadari,Â
Kau mulai menemukan diri yang ambis,Â
Penuh hasrat,Â
Saat kau melenggang pergi Setiap kali kau melangkah,Â
Setiap kali kau naik tingkat,Â
Setiap kali kau berada di level lebih tinggiÂ
Keinginan itu menjadi berkali lipat jumlahnyaÂ
Nyaris tak terkendali.Â
Jadi, kapan kau ingin pulang?Â
Merawat 'ingin' yang paling sederhanaÂ
Soal menetapÂ
Sebelum keinginanmu membuatmu pergi semakin jauh dan semakin jauh dari tempat kau berasalÂ
Dan tempat seharusnya kau berpulang.
Belitang, Januari 2024Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H