Mohon tunggu...
Luluk Marifa
Luluk Marifa Mohon Tunggu... Penulis - Read, read and read. than write, write and write.

Menulislah, hingga kau lupa caranya menyerah dan pasrah.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Move On (Part 3)

20 Desember 2023   21:17 Diperbarui: 20 Desember 2023   21:28 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku beringsut mengambil langkah, menuju kursi penumpang disusul lelaki itu. Lelaki yang entah sejak kapan berada di sekitarku. Bukankah kantor tempatnya bekerja jauh dari tempat ini. Dan apa gerangan maksud semesta mempertemukan aku dan lelaki itu. untuk menguji pertahananku kah? atau menguji sejauh mana aku mampu mengendalikan setiap rumpun perasaan yang tumbuh menyubur beberapa tahun terakhir.

Apakah ini sebuah kebetulan atau memang, ah entahlah. Nanti kutanyakan padanya perihal itu daripada aku sibuk menebak apa yang terjadi. Tak mungkin jika ia menaiki bus ini, atau pergi ke tempat ini karena aku. Maksudku karena aku sahabat baiknya. Karena aku bukan wanita itu, wanita istimewa yang telah memenuhi seluruh hatinya dengan cinta yang membahagiakan.

"Di sini, Ra," ucap lelaki itu melewatiku menuju belakang. Lantas menarik tanganku dan menunjukkan padaku sebuah kursi yang kosong. "Duduklah," katanya kemudian, lantas berdiri di sampingku, menghadap ke arahku. Seolah berusaha melindungiku dari dunia luar yang mungkin saja dapat menggangguku.Itu sudah menjadi kebiasaannya dari awal kami mengenal dan berakhir akrab satu sama lain.

Aku mengatur nafas,melirik sekilas pada tegap posisinya berdiri di sebelah, kenapa ini jadi sepeti adegan romantis pada drama Korea yang kutonton beberapa hari lalu. Bedanya dalam drama itu memang kisah yang romantis, sedangkan ini adalah kisah yang tragis.

"Kau dari mana, Heh?" tanyaku mendongak mencoba menatap wajahnya, mencoba senetral mungkin. Meski rasanya sungguh aneh sekali. Aku merasa tak bebas untuk mengutarakan tanya atau melempar guyonan padanya setelah kejadian di kafe beberapa hari lalu. Aku tau, di tempat ini, di dalam bus ini, hanya aku yang demikian. Lelaki yang kini menatapku ini pastilah biasa saja, bahkan tanpa beban mungkin ia akan mengupil sembarangan di depanku.
Tidak, tidak, ia tak pernah melakukan hal jorok di depanku meski aku dan dia sering bersama kemarin-kemarin. Lelaki ini tak seperti Allan yang terlalu bar-bar, lelaki ini  hanya sedikit bar-bar saja.

"Aku ada pertemuan tadi dengan rekan bisnis, Ra. Di sebelah galeri seni tempatmu bekerja." Lelaki itu menjelaskan lebih baik.  Syukurlah.

"Kupikir kau akan naik Bus untuk pulang, jadi aku memutuskan untuk naik bus juga daripada pulang bersama rekan yang lain."

"Kenapa begitu?" tanyaku mendongak menatapnya lagi.

Lelaki itu tersenyum, senyum yang amat manis untuk kunikmati seorang diri. Senyum yang sesungguhnya telah dimiliki perempuan lain dan itu bukan aku. Sungguh terimakasih telah memberiku kesempatan menyaksikan wajahnya yang sungguh sumringah itu, Tuhan. Aku mengedipkan mata, menggerakkan kepala pelan, mencoba mengembalikan fokus, aku harus menahan diri.

"Pengen aja," jawabnya ringan.

Jawaban macam apa itu, astaga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun