Warga memutuskan untuk menghukum Syarif dan Ali, mereka menjatuhkan hukuman mati. Kemudian keduanya digiring ke suatu tempat, lalu diikat di tiang. Syarif dan Ali akan di bakar hidup-hidup di kobaran api yang menyala. Tak ada yang bisa dilakukan, tak ada yang mempercayai ucapan mereka.
Namun seketika datang seorang pria tua yang lewat di antara kerumunan, lalu pria tua itu ikut bergabung di antara kerumunan tersebut.
"Maafkan saya, sebenarnya kenapa banyak sekali keramaian di sini?" tanya pria tua itu kepada warga.
"Mereka melukai Kepala Desa kita!" teriak salah seorang warga.
"Lalu apa yang akan kalian lakukan kepada mereka?"
"Kami akan membakar mereka di atas kobaran api!" jawab seorang warga lainnya dengan penuh amarah.
"Apa benar mereka pelakunya? Bagaimana kalau bukan mereka pelakunya?" ujar pria tua itu, namun warga desa yang tengah berkerumun itu tak ada yang peduli.
"Untuk apa bertanya? Sudah jelas hanya mereka berdua yang ada di tempat kejadian!" ujar seorang warga setelah lama mereka diam tak memberikan jawaban kepada pria tua.
Pria tua itu terdiam sejenak, dia ingat akan beberapa butir biji Sebalik Sumpah yang ia simpan di dalam sakunya, dia segera mengeluarkan biji-biji tersebut.
"Nah, ini dia! Semoga saja berguna," gumam pria itu, dia berteriak memanggil warga . Penduduk desa segera menghampirinya.
"Kemarilah sebentar!"
"Ada apa? Kenapa engkau berteriak?" tanya mereka.
"Aku tahu bagaimana cara memecahkan masalah ini!"
"Memangnya bagaimana?" tanya warga dengan sinis.
"Aku memiliki beberapa butir biji ajaib, biji-biji ini akan mengungkapkan jawabannya."
"Bagaimana kami bisa percaya?" kata warga penuh ejekan.
"Coba kalian perhatikan biji-biji ini, berwarna kuning bukan."
"Ya, biji-biji ini memang berwarna kuning!" sahut mereka.
"Jika seseorang berbohong maka kutukan akan menimpanya dan biji-biji ini akan berubah warna menjadi hitam, tapi jika mereka jujur biji-biji ini akan tetap berwarna kuning," jelas pria tua itu.
"Sebaiknya kalian melepaskan mereka dan ajak mereka ke rumah Kepala Desa," pintanya.
Warga dengan penuh rasa bingung akhirnya melepaskan tali yang mengikat tubuh Ali dan Syarif. Mereka berbondon-bondong membawa kedua pemuda tersebut ke rumah Datuk Bahar sang Kepala Desa Pedalaman, setibanya di rumah itu penduduk desa segera membawa keduanya masuk ke kamar, pria tua itu juga turut mendampingi mereka.
"Kenapa kalian membawanya kembali ke sini?" tanya Datuk Bahar terkejut.
"Kami ingin mencari tahu terlebih dahulu, apa yang sebenarnya terjadi!" ujar mereka. Wajah Datuk Bahar seketika beruubah dan tampak tidak senang.
"Sudah kukatakan mereka yang bersalah, kenapa kalian tidak percaya?" bentaknya.
"Sebelum menghukum, kami ingin memastikan kebenaranny adahulu," jawab salah seorang warga.
"Maaf, Tuan. Saya tidak bermaksud ikut campur dalam masalah ini. Tapi saya ingin memastikan apa yang sebenarnya terjadi, itu sebabnya saya datang kemari," ucap pria tua itu memberanikan diri.
"Memangnya anda tahu apa?" bentdak Datuk Bahar. Suasana semakin tegang, tak seorang pun yang berani menjawab.
Tiba-tiba pria tua itu langsung menarik tangan Kepala Desa, kemudian memberikan beberapa butir biji Sebalik Sumpah. Tidak hanya kepada datuk Bahar, termasuk kepada Ali dan Syarif.
"Peganglah biji-biji ini, dia akan mengungkap semuanya," kata pria tua itu.
"Hah, kau pasti bohong. Mana ada biji seperti ini dapat mengungkapkan masala," jawab Datuk Bahar meremehkan.
"Jika kalian jujur biji ini akan tetap berwarna kuning, tapi jika kalian berbohong biji ini akan berubah warna menjadi hitam dan kalaian akan kena kutukan," jelas pria tua itu dengan tenang.
"Saya siap untuk melewati percobaan ini, saya akan membutikan jika kami tidak bersalah," ucap Syarif penuh percaya diri.
Datuk Bahar merasa bahwa dia memang mengatakan yang sebenarnya, jadi dia tidak perlu melewati percobaan. Penduduk desa terus mendesaknya untuk melakukan percobaan. Mereka segera melontarkan beberapa pertanyaan kepada Syarif, Ali dan Datuk Bahar. Alangkah terkejutnya mereka saat melihat biji-biji yang digenggam oleh Datuk Bahar seketika menjadi hitam. Tak lama kemudian kulit datuk Bahar pun menjadi kemerahan dan terasa gatal. Datuk Bahar terus berteriak histeris, biji-biji yang digenggamnya jatuh.
"Kenapa tanganku terasa perih dan gatal?" teriak Datuk Bahar.
"Ini adalah kutukan dari biji-biji Sebalik Sumpah," jawab pria tua.
"Apa?" teriaknya kaget. Dia terus menggaruk-garuk tubuhnya hingga berbekas luka. Nanah pun keluar dari tubuhnya hingga aroma menyengat menyebar ke seluruh ruangan.
"Sudah kukatakan, kami tidak bersalah. Dia yang menyerang dan hendak membunuh kami karena tidak menyetujui tawaran kerjasama dengannya," jelas Syarif.
Semua penduduk desa mulai menatap jijik datuk Bahar, seandainya dia jujur dan tidak memaksa orang lain untuk menuruti keinginannya pasti dia tidak akan terkena kutukan.Â
Akhirnya Syarif dan Ali berhasil melewati percobaan biji Sebalik Sumpah, semua orang mempercayai  mereka. Mereka pun akhirnya kembali ke Desa Pasembahan dengan selamat. **
Tamat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H